JAKARTA - Permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang KUHP (RUU KUHP)diapresiasi positif sejumlah pihak. Namun tak cukup hanya menunda, sejumlah pasal yang kontroversial juga harus direvisi atau dirombak. ”Jadi kalau misalnya pun presiden bilang ditunda, pertama, ini bukan aman.
Karena yang kita mau sebenarnya pembatalan sampai kemudian pasal-pasal ada sekian belas pasal yang kita persoalkan, itu dirombak total. Dirombak secara perspektif, dirombak secara keberpihakan terhadap masyarakat dan sebagainya,” kata Ketua Solidaritas Perempuan Dinda Nur Annisa Yura di Sekretariat Nasional KPA, Jakarta, Minggu (22/9).
Beberapa pasal yang dinilai kontroversial misalnya, pemidanaan terhadap pelaku aborsi, penghinaan presiden, dan pemidanaan terhadap gelandangan. Dia menilai pasal yang mengatur gelandangan dipidana bertentangan dengan konstitusi. ”Bahwa gelandangan kemudian didenda atau kemudian dikurung ini pelanggaran konstitusi.
Karena konstitusi mengatakan anak telantar dan fakir miskin dipelihara oleh negara, dengan adanya pasal tersebut ini justru negara menyingkirkan,” sambungnya. Terkait isu perempuan, lanjutnya, ada sejumlah pasal yang bermasalah. Misalnya aborsi yang dimuat dalam pasal 470 ayat (1).
Pasal tersebut berbunyi, ”Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.” Menurut Dinda, pasal ini berbahaya bagi korban perkosaan karena tidak memuat pengecualian untuk kasus perkosaan.