SEMARANG , suaramerdeka.com - Perupa sekaligus Artistik Harian Suara Merdeka, Putut Wahyu Widodo, meninggal dunia di Rumah Sakit Pantiwilasa, Jumat (11/6) siang.
Jenazah dimakamkan di tempat permakaman umum (TPU) Bergota Kota Semarang pada Sabtu (12/6) pukul 10.00.
Pemimpin Redaksi Suara Merdeka, Gunawan Permadi menyatakan sangat berduka atas wafat almarhum.
"Mas Putut bukan hanya rekan kerja di ruang redaksi. Kami, bersama teman-teman seniman dan perupa, bergiat dalam berbagai kegiatan seni rupa yang dimotori beliau," kata dia.
Baca Juga: Kerahkan 50 Tenaga Pemadam, Pertamina Berhasil Kendalikan Kebakaran
Salah satu jejak Putut, kata Gunawan, adalah kegiatan seni di Kota Lama. Sejak kawasan Kota Lama masih kawasan tidak tersentuh pada 1990-an, Putut berani menggelar kegiatan perupa di kawasan itu, dengan tujuan menarik perhatian banyak pihak akan mutiara kawasan Kota Lama.
Di ruang redaksi kepiawaiannya dalam seni rupa sangat menentukan dinamika performa perwajahan koran Suara Merdeka.
"Kami kehilangan sahabat. Kami berdoa semoga almarhum husnul khotimah dan keluarga ditabahkan. Karya-karya beliau tetap akan kami lanjutkan," tutur Gunawan.
Baca Juga: Tumbuh Menggembirakan, Investor Pasar Modal Didominasi Kalangan Muda
Rekan Divisi Artistik Suara Merdeka, Toto Tri Nugroho, membagikan cerita kenangan bersama Putut. Toto mulai dekat dengan Putut sejak sama-sama sekolah di SMA 2 Semarang.
Setelah lulus, keduanya kuliah di satu jurusan dan perguruan tinggi yakni Jurusan seni Rupa IKIP Semarang (sekarang Universitas Negeri Semarang).
''Selepas lulus di IKIP Semarang, kami melamar di Suara Merdeka dan diterima bekerja di bagian artistik pada sekitar tahun 1990, hingga saat ini,'' kata Toto.
Menurut Toto, karyanya terakhir di Artistik Harian Suara Merdeka adalah tata wajah di halaman 1 pada Selasa (8/6). Saat penggarapan halaman tersebut, Toto sedang menerima jadwal libur bekerja.
''Seharusnya kemarin. Mas Putut satu jadwal bekerja bersama saya. Siang tadi (kemarin) saya kaget mendapat kabar beliau meninggal,'' ungkap Toto dengan suara gemetar.
Toto mengenang kedekatannya bersama Putut yang dari sama-sama menginjak umur dewasa, hingga memiliki anak yang kini dewasa. Sekitar 40 tahun berselang, keduanya menjalani hidup dalam satu lingkungan.
Artikel Terkait
Suara Merdeka-PMI Salatiga Dukung Ketersediaan Darah