
Itulah potongan kehidupan perempuan nelayan di Kabupaten Demak. Mereka menjalankan peran ganda karena harus mengurus pekerjaan rumah tangga, sekaligus ikut menopang ekonomi keluarga. Kustiah hanyalah satu dari sekian banyak perempuan nelayan di Kabupaten Demak yang menjalankan peran ganda.
Berdasarkan data Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), di Kabupaten Demak terdapat 32 perempuan nelayan. Tiga orang tinggal di Desa Morodemak, tiga orang ada di Dukuh Tambak Malang, Desa Purworejo, dan paling banyak di Dukuh Tambakpolo, Desa Purworejo sebanyak 26 orang.
Bertaruh Nyawa
Sebagian perempuan nelayan telah melaut selama 20 tahun hingga 30 tahun. Mereka bertaruh nyawa di lautan bersama suami untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
Bahkan, saat kondisi hamil, beberapa perempuan nelayan tetap melaut.
Mufadhilah (49), warga Tambakpolo telah melaut selama 20 tahun bersama suaminya. Sebelumnya, suaminya melaut bersama ABK. Namun kemudian ABK memiliki perahu sendiri. “Saya tidak tega melihat suami saya melaut seorang diri. Akhirnya saya memutuskan untuk ikut melaut. Hamil tujuh bulan pun, saya masih melaut. Saat naik perahu, perut saya ikat agar kandungan saya aman,” papar dia.
Senada disampaikan Siti Darwati (36), perempuan nelayan Dukuh Tambakpolo lainnya. Siti Darwati melaut pertama kali saat hamil empat bulan anak ketiganya. Kini anaknya berusia delapan tahun
Ritme kehidupan perempuan nelayan dimulai sejak pukul 02.00. Saat warga lainnya sedang tidur terlelap, para perempuan nelayan sudah bangun untuk menyiapkan perbekalan melaut. Mereka berangkat melaut bersama suami mereka sekitar pukul 03.00.
Saat melaut, mereka berbagi tugas dengan suami. Mufadhilah misalnya, bertugas menebar jaring, sementara suaminya mengoperasikan mesin perahu. Daerah tangkapan para nelayan Demak di antaranya Jepara, Semarang, Kendal dan Batang.
Artikel Terkait
Ajak Nelayan dan Masyarakat Jaga Lautan Melalui Aplikasi Siap Semarang
Dinas Perikanan Fasilitasi Pembuatan E-Pas Kecil Bagi 51 Kapal Nelayan