ADANYA sebutan “Islam Nusantara” (IN) adalah sekedar istilah untuk menggambarkan bagaimana praktik keagamaan (dalam hal ini ajaran Islam) yang secara umum dijalankan masyarakat bersuku bangsa Indonesia (Nusantara).
Praktik keagamaan pada wilayah cabang (furu’)-nya seperti dalam kehidupan keseharian masyarakat muslim dalam tataran sosial, bukan pada wilayah inti (ushul)-nya terkait rukun iman maupun rukun Islam.
Dari perspektif antropologis itu, bagaimana ajaran Islam dalam ranah muamalah dipraktikkan sesuai konteks kenusantaraan.
Di sini, masyarakat tidak dilihat dalam ruang kosong tetapi masyarakat yang memiliki budaya dan tradisi-tradisi agung.
Tradisi yang ada itu, boleh jadi sebagiannya bertabrakan dengan ajaran Islam itu sendiri. Karena itu perlu disingkirkan.
Tetapi sebagian tradisi yang lain memiliki kemiripan apakah dari sisi wujud (bentuk) yang kasat mata (tangible), atau isi (content), maupun pesan (massage)-nya.
Dari sinilah para mubaligh, melakukan seleksi (memilah dan memilih) tradisi-tradisi yang ada sehingga tidak bertabrakan dengan ajaran Islam.
Memilah dan memilih tradisi-tradisi (local wisdom) masyarakat untuk disandingkan dan diramu ke dalam paham baru yang lebih baik.
Dasar pijakan argumentatifnya, sebagaimana diformuluasi ke dalam ungkapan: al makhafadzatu alal qodimi sholih, wal aqdu bil jadidil ashlah” (memelihara tradisi yang sudah baik untuk disempurnakan menjadi lebih baik).
Dalam bahasa ilmu sosial, pilihan demikian disebut akulturasi, yakni penyatuan antara pesan Islam dengan budaya setempat yang dianggap tidak bertentangan dengan tauhid dan ajaran Islam yang pokok (ushul).
Ada empat unsur (component) di balik pilihan pola akulturasi ini yang diihtiarkan agar terwujud, yaitu
(1) adanya pengertian (meaning) ajaran Islam yang benar;
(2) dijalankan atau dipraktikkan (doing) dalam tata hidup keseharian;
(3) oleh masyarakat secara massif (community); dan
(4) menjadi corak keislaman (identity) yang khas bagi masyarakat muslim khususnya di nusantara.
Artikel Terkait
Hoax, Berita Bohong
Kiai Mufid, Ulama Trah Sunan Tembayat
Pitutur: Becik Ketitik Ala Ketara
Mu’asyaroh Bil Ma’ruf dalam Keluarga