Kesetiakawanan Sosial Pascakurban

- Kamis, 22 Juli 2021 | 20:27 WIB
Dr. Hj. Umul Baroroh, M.Ag., Sekretaris MUI Jawa Tengah. (suaramerdeka.com / dok)
Dr. Hj. Umul Baroroh, M.Ag., Sekretaris MUI Jawa Tengah. (suaramerdeka.com / dok)

Saudaraku yang semoga dirahmati Allah, seperti tahun lalu, tahun ini kita merayakan iduladha dalam suasana pandemi Covid-19, yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda, bahkan meningkat jauh dibandingkan tahun lalu.

Dalam suasana pandemi yang masih memprihatinkan tersebut, pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak memberangkatkan jam'ah calon Haji, demi keselamatan dan kemaslahatan jamaah sendiri.

Hal ini diantaranya karena syarat "istitho'ah" (QS 22:27) atau kemampuan untuk menjaga keselamatan dari ancaman wabah corona tidak bisa dilakukan secara masif, sehingga gugurlah kewajiban untuk melakukannya tahun ini.

Di Makkah sendiri, pelaksanaan ibadah haji tahun ini hanya bisa diikuti yang terbatas jumlahnya (hanya 60.000 dari kapasitas lebih dari 3 juta), yang terseleksi secara sangat ketat.

Walaupun tidak ada pemberangkatan jamaah haji, pelaksanaan ibadah khas bulan Dzul Hijjah di tanah air tetap berjalan seperti biasa. Saya yakin sebagian besar dari umat Islam di tanah air telah melaksanakan puasa Tarwiyah tanggal 8 Dzulhijjah dan Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah.

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: "Barang siapa puasa hari Tarwiyah maka diampuni dosanya setahun, dan barang siapa berpuasa hari Arafah akan diampuni dosanya satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan datang" (HR Muslim).

Sholat idul adha pada 10 Dzulhijah juga telah dilaksanakan oleh seluruh umat Islam, baik di tanah air maupun seluruh dunia. Susana sholat idul adhza kali ini berbeda dari biasanya karena kondisi pandemi yang semakin memburuk.

Pelaksanaan sholat yang biasanya ramai di masjid-masjid atau lapangan terbuka tidak lagi dilakukan untuk menjaga kemaslahatan yang lebih besar. Alih-alih, masyarakat Muslim melaksanakannya di rumah-rumah atau masjid dan mushola yang diikuti jamaah yang terbatas dan dengan protokol kesehatan yang ketat, demi menjaga kemaslahatan bersama.

Ibadah lain yang juga tetap dilaksanakan oleh umat Islam setelah sholat idul adha sampai hari ini adalah menyembelih binatang kurban, baik berupa kambing, sapi, maupun kerbau. Ibadah ini tentu dilakuan oleh mereka yang memiliki kemampuan. Ibadah kurban ini merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Ibadah ini awalnya dilaksanakan oleh Nabiyullah Ibrahim AS sebagai bentuk ujian dari Allah, apakah ia lebih mencintai putrannya Ismail ataukah ia lebih taat pada Allah. Dengan pertimbangan dan persetujuan putranya Ismail, Ibrahim dengan ikhlas melaksanakan perintah Allah untuk menyembelihnya.

Walhasil, Ibrahim telah lulus dari ujian Allah, sehingga Allah menggantikan putranya tersebut dengan seekor domba yang disembelih.

Sebagai pengikut Nabi Muhammad yang melestarikan ajaran Ibrahim, ujian untuk kita bukanlah mengorbankan anak, tetapi harta benda yang kita cintai. Maukah kita mengurbankan sebagian harta kita untuk mentaati perintah Allah dengan berkurban ini? Nampaknya masih banyak dari kita umat Islam yang belum sadar, sehingga mengannggap kurban hanya sunnah dan cukup dilakukan sekali seumur hidup, yang penting sudah pernah melaksanakan.

Padahal di balik perintah kurban ini adalah ujian keikhlasan kita dalam melaksanakan perintah Allah. Firman Allah SWT: "Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepadaNYa adalah ketakwaan kamu." (QS Al Haj: 37). Jadi Ibadah kurban adalah ujian ketakwaan dan keikhlasan kita melaksanakan perintah agama, sekaligus sebagai bentuk syukur atas segala nikmat-Nya.

Ibadah kurban ini tidak hanya memiliki dimensi ilahiyah, wujud ketaatan kepada Allah, tetapi juga memiliki dimensi sosial. Hal ini karena mereka yang berkurban harus berbagi dagingnya dengan masyarakat sekitar, terutama dari keluarga yang kurang mampu.

Dalam keseharian, daging masih merupakan suatu kemewahan yang sangat sulit untuk mereka peroleh karena tidak terjangkau oleh kemampan ekonomi mereka. Karena itu, daging kurban yang mereka terima dari orang-orang yang mampu. Di hari raya haji dan tasyriq mereka bisa merasakan kenikmatan dengan menyantap daging yang lezat. Karena itu, dengan kurban itu kita bisa membantu mensejahterakan masyarakat. Apalagi pada masa Pandemi Covid-19 ini, banyak kalangan yang terdampak. Ekonomi terpuruk, terkena PHK.

Halaman:

Editor: Ahmad Rifki

Tags

Terkini

Kemandirian dalam Pernikahan Usia Dini

Kamis, 18 Mei 2023 | 19:30 WIB

KH Abul Fadhol, Ulama Zuhud Kelahiran Sedan

Kamis, 18 Mei 2023 | 19:23 WIB

Penamaan Tipologi Masjid di Indonesia

Kamis, 18 Mei 2023 | 18:51 WIB
X