Bahas Umur dan Periodesasi, Revisi MK Berlangsung Kilat

- Selasa, 8 September 2020 | 19:00 WIB
Bahas Umur dan Periodesasi, Revisi MK Berlangsung Kilat. (suaramerdeka.com/Saktia Andre Susilo)
Bahas Umur dan Periodesasi, Revisi MK Berlangsung Kilat. (suaramerdeka.com/Saktia Andre Susilo)

JAKARTA, suaramerdeka.com - Lantaran hanya bahas umur dan periodesasi, revisi Undang undang Mahkamah Konstitusi (MK) berlangsung kilat.

"Setelah dilakukan pembahasan dengan mengkaji berbagai pertimbangan, akhirnya disetujui bahwa minimal usia calon hakim konstitusi adalah 55 tahun," kata anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari di Media Center DPR/MPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (8/9).

Hal itu disampaikannya dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk 'RUU Mahkamah Konstitusi: Bagaimana Memperkuat Kekuasaan Kehakiman.' Menurutnya, sebagaimana Putusan MK Nomor 49/PUU-IX/2011, batas usia minimal ini adalah kebijakan hukum terbuka.

"Maka hal ini dapat dilakukan oleh pembuat kebijakan yakni pemerintah dan DPR. Selanjutnya, hakim konstitusi yang sedang menjabat pada saat UU ini diundangkan, dianggap memenuhi syarat dan mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 tahun. Namun selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 tahun," ujarnya.

Dikatakan, pilihan sistem ini akan mengubah konsep periodesasi. Sehingga terpaksa Pasal 22 dihapus. Dimana Pasal 22 mengatur masa jabatan hakim selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.

"Sementara dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c yang mengatur batas usia hakim konstitusi 70 tahun. Setelah melakukan pembahasan, maka DPR dan pemerintah memutusjan untuk tetap menggunakan usia pensiun 70 tahun dan menjadikan usia pensiun ini sebagai batas masa jabatan hakim konstitusi," tandasnya.

Bukan Terakhir

Namun menurut pakar hukum Leopold Sudaryono khawatir, proses revisi yang tertutup dan sangat cepat, akan menjadi kebiasaan baru dalam proses pembentukan UU. Apalagi, revisi UU MK bukanlah yang terakhir dilakukan oleh DPR.

"Masih akan ada lagi UU yang akan direvisi. Proses pembahasan yang begitu cepat tentu akan sangat berpengaruh pada kualitas dan isi UU yang dihasilkan," tegasnya.

Adapun anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman juga mempertanyakan cepatnya UU tersebut dibahas. "Pertanyaannya,  kenapa cepat-cepat? Membahas UU apapun itu pasti berkaitan dengan kepentingan, pasti berkaitan dengan kekuasaan," ucapnya.

Dia juga menegaskan, kalau UU MK cepat-cepat dibuat dan disahkan,  dipastikan ada kepentingan. "Tidak usah dibantah, pasti ada kepentingan. Maka pertanyaan lanjutannya, siapa yang berkepentingan dan apa kepentingannya,"
 
Adapun anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Dimyati Natakusuma mengingatkan, jangan sampai  UU hanya berhitung ritme waktu kepentingan politik tertentu. "Karena seharusnya UU tersebut untuk kepentingan bangsa dan negara, 20 sampai 50 tahun kedepan. Jangan hanya kepentingan negara  pada saat ini saja," tukasnya.

Editor: Nugroho

Tags

Terkini

X