Pembebasan SPP Dinilai Tidak Efektif

- Selasa, 18 Februari 2020 | 23:35 WIB
Anggota Komisi E DPRD Jateng Muh Zen ADV melakukan reses di Pati, Selasa (18/2). (suaramerdeka.com/Moch Noor Efendi)
Anggota Komisi E DPRD Jateng Muh Zen ADV melakukan reses di Pati, Selasa (18/2). (suaramerdeka.com/Moch Noor Efendi)

PATI, suaramerdeka.com - Anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah Muh Zen ADV menilai pembebasan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) bagi sekolah negeri jenjang SMA, SMK, dan SLB kurang tepat. Menurutnya, kebijakan itu menyisakan sejumlah masalah.

"Saya kira kalau semua SMA dan SMK negeri digratiskan SPP tidak efektif. Karena kebutuhan masing-masing sekolah berbeda. Seharusnya kalau ingin menggratiskan, khusus untuk siswa kurang mampu," ujarnya, di sela acara reses di Pati, Selasa (18/2).

Menurutnya, pemerintah selayaknya memprioritaskan jaminan kepada semua masyarakat untuk mendapat pendidikan layak. Artinya, kata dia, anak dari keluarga miskin yang tidak dapat masuk sekolah negeri juga mendapat fasilitas pendidikan gratis.

Zen mengatakan, siswa tidak mampu yang bersekolah di lembaga swasta harus diperhatikan. Karena itu, akan lebih tepat jika diambil kebijakan subsidi silang.

"Kalau mau melihat lebih dekat, sebenarnya tidak sedikit sekolah negeri yang diisi mayoritas siswa dari keluarga berada. Kalau siswa kategori itu juga mendapat fasilitas bebas SPP maka kurang tepat. Sementara di sisi lain banyak pelajar yang terancam putus sekolah karena terbebani biaya di sekolah swasta," jelasnya.

Politikus asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai, subsidi silang lebih menjamin warga miskin mendapat layanan pendidikan. Bagi sekolah negeri, konsekuensinya yakni tetap diperbolehkan menarik sumbangan dari orang tua yang mampu melalui komite.

"Namanya sumbangan tentu saja tidak mengikat dan diperuntukkan bagi mereka yang mampu. Sumbangan dapat digunakan untuk mengembangkan sarana dan prasarana atau lainnya sesuai kebutuhan masing-masing sekolah," lanjutnya.

Namun, dia mengingatkan sumbangan itu harus dikelola sesuai fungsinya. Sekaligus memastikan dihimpun dan difungsikan secara akuntabel.

Dia menjelaskan, jumlah sumbangan dipublikasikan secara terbuka dan detail melalui media, baik papan pengumuman, website sekolah, maupun media massa. Sumbangan juga harus terencana penggunaannya dengan memasukkan ke rencana kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS) serta sifatnya tidak terus menerus, disesuaikan dengan kebutuhan.

Sementara, anggota DPRD asal daerah pemilihan (Dapil) IV Jateng (Pati dan Rembang) itu, menyoroti perhatian pemerintah terhadap sekolah swasta. Dia menilai, sarana dan prasana sekolah swasta banyak yang di bawah standar pelayanan minimal (SPM), termasuk honor guru yang jauh dari penghasilan layak.

"Saat ini masih dibutuhkan skema negara menstimulasi dan masyarakat mendukung. Kalau sudah ada stimulan dari pemerintah, maka pungutan biaya sekolah harus diturunkan. Tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat," jelasnya.

Dia berpendapat jika ingin menstandarkan pendidikan maka unsur-unsur tersebut harus dipenuhi, termasuk meningkatkan Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) Provinsi Jateng. Tidak cukup hanya Rp 250 ribu per siswa per tahun bagi sekolah berakreditasi B dan Rp 500 robu per siswa per tahun untuk sekolah dengan akreditasi C.

Editor: Nugroho

Tags

Terkini

X