TANGGAL 17 Mei diperingati masyarakat Indonesia sebagai Hari Buku Nasional (Harbuknas) dan Hari Ulang Tahun Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI ke-42.
Dua momen literasi yang dirayakan tiap tahun ini seharusnya mampu untuk meningkatkan antusiasme membaca yang sudah lama terpuruk di Indonesia.
Namun sayangnya, buku masih dimaknai sebagai “beban” akademisi (reading for pressure) sehingga membaca untuk kesenangan (reading for pleasure) belum jamak di masyarakat.
Sosok orang yang gemar membaca pun difabrikasi oleh media sebagai orang yang minder, kuper, dan berkacamata minus tebal.
Setali tiga uang, berkunjung ke perpustakaan di akhir pekan pun masih asing dilakukan keluarga Indonesia.
Perpustakaan digambarkan sebagai gedung tua yang penuh dengan buku-buku membosankan dan tidak menarik.
Di Australia, buku telah menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari.
Masyarakat bahkan dapat membangun sendiri perpustakaan di depan rumah yang disebut dengan street library.
Perpustakaan ini sejatinya adalah sebuah kotak kecil berisi berbagai buku yang diletakkan di pinggir jalan.
Tidak ada aturan atau persyaratan khusus, para pejalan kaki bisa meminjam, mengembalikan, atau menambahkan buku di street library.
Artikel Terkait
Persiapan Jelang Mudik Covid-19
Emansipasi Wanita: dari Wanita untuk Wanita
Labur, Lebur, Luber (3L)
Punjungan
Semarang Menuju Kota Megapolitan