ADA upaya politis merenggangkan hubungan PKB dan NU yang selama ini sudah melekat kuat.
Seolah-olah melupakan fakta sejarah bahwa PKB dilahirkan oleh dan untuk menjadi protector (benteng) aspirasi politik nahdhiyiin, berbagai manuver pun dilakukan oleh sekelompok elite NU untuk menghilangkan warna (baca: orang) PKB dalam kepengurusan PBNU yang baru dengan dalih NU harus terbuka untuk semua kader partai apapun.
Ketua Umum PBNU Gus Yahya Staquf pun menegaskan bila NU dalam kepemimpinannya tidak akan menjadi alat politik PKB atau dikooptasi dengan PKB.
Sejumlah narasi dan premis pun dibangun sedemikian rupa untuk merasionalkan manuver tersebut.
Baca Juga: Ramalan Zodiak 4 April 2022: Pisces dalam Energi Positif, Capricron Hati-hati soal Keuangan!
Namun, narasi narasi yang ada justru kontraproduktif dengan berbagai fakta yang menunjukkan begitu akomodatifnya kepengurusan baru PBNU terhadap masuknya politisi politisi dari multipartai minus PKB.
Pro kontra pun terjadi, tak hanya pada ruang wacana dan pemikiran, namun juga dalam aksi dan tindakan.
Hal itu terlihat dari makin masifnya gerakan “perlawanan” nahdhiyyin kultural dan person-person structural di berbagai daerah untuk tetap istiqomah menjadikan PKB sebagai kendaraan politik kaum nahdhiyyin.
Wujud perlawanan itu adalah gencarnya suara dukungan terhadap Muhaimin Iskandar sebagai calon presiden 2024 dari kalangan kiai, pesantren dan santri yang menjadi basis riil jamiyyah NU.
Baca Juga: Ramalan Zodiak 4 April 2022: Scorpio Ambisius, Hubungan Libra dan Pasangan Rumit
Artikel Terkait
Ceramah Oki Setiana Dewi Soal KDRT Bikin Geram, Anggota DPR Fraksi PKB Ini Doakan Begini
PKB Ingin Pegang Kunci Pilpres
Pemilu Diundur atau Tidak, Gus Jazil: PKB Siap Lahir Batin
Penentuan Awal Puasa Ramadhan 2022, Ini Perbedaan Cara Muhammadiyah, NU dan Kemenag
Ponpes Al Mubarok Al Maimun MTs NU Banat Kudus Bekali Santri Jaga Kesehatan Kulit