"Mewaspadai bencana hidrometeorologi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota perlu melakukan langkah-langkah kesiapsiagaan. Pemerintah daerah perlu untuk melakukan koordinasi secara berkala dengan dinas terkait dan aparatur kabupaten dan kota di daerah setempat."
DIBERITAKAN menjadi headline news (berita utama) di halaman I Suara Merdeka, Senin (18/1), tentang rangkaian bencana yang rentan terjadi hingga Maret mendatang. Di antaranya, telah terjadi tanah longsor di Sumedang, Jawa Barat, Sabtu (9/1), sebanyak 29 orang meninggal dan 11 masih dicari. Gempa di Majene dan Mamuju, Sulawesi Barat, 73 orang meninggal dan 600 luka-luka, sementara puluhan bangunan rusak. Juga terjadi banjir di Kalimantan Selatan, 27.111 rumah terendam banjir dan 112.709 warga di 10 kabupaten/kota mengungsi. Sementara banjir di Manado, lima orang meninggal, satu hilang, lebih dari 500 warga mengungsi. Terjadi pula erupsi Gunung Merapi dan Semeru, ratusan orang mengungsi dan ratusan hektare tanaman pertanian rusak. Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pemerintah daerah mengantisipasi terjadinya bencana hidrometeorologi. Hal ini mengingat curah hujan yang intens dan berdurasi lama, sehingga sejumlah wilayah diminta untuk mewaspadai bencana hidrometeorologi. Namun, apa itu bencana hidrometeorologi? Bencana hidrometeorologi adalah bencana yang dipicu oleh kondisi cuaca dan iklim dengan berbagai parameternya. Beberapa paramater di antaranya, peningkatan curah hujan, penurunan curah hujan, suhu ekstrem, cuaca esktrem seperti hujan lebat yang disertai angin kencang serta kilat atau petir, dan sebagainya. Bencana hidrometeorologi yang dipengaruhi oleh faktor cuaca seperti banjir, longsor, hingga puting beliung. Bencana ini sangat ditentukan dari kondisi cuaca, apalagi saat ini Indonesia memasuki musim hujan yang puncaknya diperkirakan terjadi pada Januari- Februari. Ditambah juga dengan fenomena La Nina yang saat ini aktif di Samudera Pasifik. La Nina akan sangat memengaruhi terhadap peningkatan curah hujan di Indonesia hingga 40%. Hal ini terkait dengan dampak curah hujan tinggi akibat perpaduan musim hujan dan La Nina yang terjadi pada bulan tersebut. Bencana hidrometeorologi adalah bencana yang diakibatkan oleh aktivitas cuaca seperti siklus hidrologi, curah hujan, temperatur, angin, dan kelembaban. Secara umum, bencana hidrometeorologi tidak hanya terjadi saat musim hujan saja, melainkan juga bisa terjadi di musim kemarau. Kalau terminologi bencana hidrometeorologi itu, kekeringan juga masuk kategori bencana hidrometeorologi. Sehingga, tidak hanya pada kasus kelebihan curah hujan (hujan deras saja). Namun, memang benar ketika kondisi Indonesia masuk periode musim hujan, maka kejadian bencana banjir dan longsor cenderung meningkat. Adapun jenis-jenis ancaman bencana hidrometeorologi yang harus diwaspdai adalah kekeringan, banjir, tanah longsor, genangan, banjir bandang, angin kencang, pohon tumbang, serta cuaca ekstrem berupa hujan lebat disertai angin kencang serta kilat atau petir. Penyebab bencana hidrometeorologi adalah perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Indonesia sering mengalami perubahan cuaca dan iklim secara mendadak dan ekstrem yang berujung pada bencana hidrometeorologi. Cuaca ekstrem seperti kemarau panjang menyebabkan kekeringan, hingga hujan lebat dalam periode lama yang bisa menyebabkan bencana banjir dan tanah longsor. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi setidaknya di 30 dari 34 provinsi di Indonesia akan mengalami potensi cuaca ekstrem dan hujan dengan intensitas lebat disertai kilat dan angin kencang. Tiga puluh provinsi itu adalah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan, dan Lampung. Kemudian Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Kemudian Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Selanjutnya Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Tiga Jenis Bencana
Ada tiga jenis bencana alam yang biasanya terjadi di planet bumi ini. Bencana alam ini adalah bencana hidrometeorological, bencana geological, dan bencana biological. Sekitar 75% bencana yang terjadi di dunia adalah bencana hidrometeorolgi, angka yang cukup tinggi dibandingkan dengan dua jenis bencana yang lain. Apa penyebab-penyebab utama dari bencana hidrometeorologi? Pertama, perubahan iklim dan cuaca ekstrem. Bencana yang terjadi terutama di Indonesia sering sekali disebabkan adanya perubahan cuaca dan iklim secara mendadak dan ekstrem. Perubahan iklim dan cuaca yang terjadi menyebabkan beberapa dampak buruk bagi beberapa daerah di Indonesia. Cuaca ekstrem seperti kemarau panjang menyebabkan kekeringan, dan jika hujan lebat terjadi dalam waktu lama bisa menyebabkan bencana banjir, juga tanah longsor. Perubahan tekanan udara yang mendadak, bisa menyebabkan bencana angin puting beliung dan angin besar yang lainnya. Angin dikategorikan berbahaya jika angin tersebut memiliki kecepatan 62 kilometer per jam atau lebih. Angin dengan kecepatan yang besar ini disebabkan karena adanya perubahan tekanan udara dan didukung oleh cuaca yang terjadi sedang ekstrem. Angin ini sangat berpotensi untuk merusak, juga mengancam korban jiwa dari penduduk yang ada di sekitar kejadian. Penyebab yang lain, La Nina dan El Nino. Dua dampak utama adalah kekeringan dan terjadinya banjir karena curah hujan yang tinggi. El Nino yang berpengaruh terhadap kekeringan di Indonesia karena dengan adanya angin ini curah hujan di sekitar Indonesia menjadi berkurang dan ada kalanya menyebabkan kekeringan panjang. La Nina yang berpengaruh terhadap curah hujan tinggi di Indonesia dan menyebabkan kota, daerah yang tidak memiliki resapan yang bagus akan terkena banjir. Selain itu ditambah dengan cuaca ekstrem menambah beberapa lagi bencana yang bisa terjadi seperti tanah longsor dan juga angin puting beliung. Masih ada beberapa faktor penyebab bencana hidrometeorologi lainnya, seperti karena musim kemarau yang panjang menyebabkan beberapa tempat di Indonesia membeku hingga ke bawah. Kemarau panjang juga bisa menyebabkan sebuah fenomena hujan es atau disebut hail. Hal ini disebabkan karena terjadi pembentukan awan secara konvektif di mana massa udara hangat akan terangkat ke atas dan membentuk awan yang sangat dingin yang kurang dari titik beku sehingga menjadi beku seperti es. Mewaspadai bencana hidrometeorologi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota perlu melakukan langkahlangkah kesiapsiagaan. Pemerintah daerah perlu untuk melakukan koordinasi secara berkala dengan dinas terkait dan aparatur kabupaten dan kota di daerah setempat.
Monitoring terhadap informasi peringatan dini cuaca dan potensi ancaman bencana harus selalu dilakukan melalui beberapa situs dari BMKG, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Informasi peringatan dini bahaya banjir, banjir bandang, dan tanah longsor harus selalu disebarluaskan kepada masyarakat, khususnya yang bermukim di wilayah yang berisiko tinggi. Perlu meningkatkan kesiapsiagaan dengan melakukan sosialisasi dan edukasi terkait potensi pencegahan banjir, banjir bandang, dan tanah longsor dengan media elektronik dan media sosial, khususnya di tengah pandemi Covid-19. Apabila diperlukan dapat mengaktivasi rencana kontinjensi menjadi rencana operasi dan dimutakhirkan dengan situasi terkini serta pengaktifan pos komando (posko) penanganan darurat bencana. (46)
— Prof Dr dr Anies MKes PKK, guru besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, dan pengajar manajemen bencana.