TAJUK RENCANA
Covid-19 masih menghajar. Salah satu yang sangat terdampak adalah dunia pariwisata. Masih belum mendapatkan kunjungan secara optimal. Masih harus mencari cara agar meskipun pandemi masih berlangsung, pariwisata tidak mati. Masih harus menunggu kebijakan- kebijakan baru ketika pandemi sedang diikhtiarkan untuk berubah menjadi endemi Covid-19. Sangat tidak mungkin dunia kepariwisataan dijalankan secara konvensional ketika situasi berjalan dengan serbadigital atau virtual.
Tak hanya itu. Kepariwisataan kita juga harus dikelola dengan standar dunia. Tak pelak, dalam situasi yang semacam itu, sumber daya manusia di bidang pariwisata harus ditingkatkan. Mengapa? Sebab, paling tidak menurut Kabid Pengembangan Destinasi Pariwisata Disporapar Jawa Tengah Purwanto, sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang menjadi indikator indeks kompetensi pariwisata dunia. Karena itulah, sumber daya manusia di bidang kepariwisataan tak boleh seadanya.
Apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan sumber daya manusia di bidang kepariwisataan? Yang paling mungkin adalah melakukan pelatihan pelaku wisata, komunitas, dan masyarakat. Selain itu perlu sertifikasi sumber daya manusia pariwisata, dan pendampingan pelaku pariwisata, serta ekonomi kreatif. Hanya, yang tidak boleh dilupakan, kata Purwanto, sumber daya manusia mesti berpikir menciptakan sesuatu yang baru agar tempat wisata tidak monoton.
Apa saja yang baru? Konten pariwisata janganlah monoton. Jika semula ada tiga ajang untuk memupuk hasrat petualangan, harus ditambah menjadi lima sampai sepuluh. Jika dulu belum ada jembatan gantung yang menghubungan satu daerah yang dipisah danau atau sungai, segeralah membuat jembatan gantung terpanjang. Kalau belum bisa terpanjang sedunia, terpanjang se-Indonesia, atau seprovinsi terlebih dulu. Jika dulu belum disertai restoran paling lezat, segera saja ditambahkan pusat makan terenak.
Para pelaku pariwisata, dengan demikian, haruslah sosok yang kreatif. Mesti menciptakan konten baru, mendinamiskan aneka kegiatan yang bisa dilakukan di tempat-tempat wisata. Malah jika dirasa harus mengubah dari pariwisata jenis tertentu menjadi agrowisata, misalnya, segeralah dilakukan. Pendek kata, lakukan survei sebaik-baiknya apa yang dibutuhkan publik, setelah itu penuhi keinginan mereka. Jika perlu, apa yang mereka butuhkan dilebihkan dengan memberikan inovasi-inovasi.
Lalu, karena segala hal harus diperbarui, pemasaran pariwisatanya juga harus baru. Misalnya saja apakah sudah dipasarkan secara virtual? Bukankah penikmat pariwisata kita sekarang ini mencari segala informasi di dunia virtual? Apakah juga sudah dibuat “pariwisata virtual” karena bukankah makin banyak penikmat pada masa pandemi ini lebih ingin menikmati apa pun dalam bentu virtual? Intinya, di dunia yang serbabaru ini, segala aspek di dunia pariwisata memang juga harus diperbarui. Jangan lupa sumber daya manusianya mesti diperbarui juga.