"Persaudaraan harus terus dikembangkan, entah ada aksi teror entah tidak, sebab tujuan utama dari setiap rajutan persaudaraan tidak lain adalah merawat dan menyelamatkan kehidupan."
PADA hari pertama Pekan Suci menjelang Paskah, tak hanya umat kristiani, melainkan seluruh warga masyarakat dunia dikejutkan aksi bom bunuh diri di salah satu area pintu masuk Gereja Katedral Makassar (Minggu, 28/3/2021). Tentu, kita semua prihatin atas aksi bom bunuh diri tersebut, yang bahkan terjadi di masa pandemi. Ketika semua orang berusaha merawat dan menyalamatkan kehidupan, justru ada oknum-oknum raja tega menghabisi hidupnya sendiri. Apalagi, aksi tersebut, selalu terarah pada korban lain yang menjadi sasaran. Di area Gereja Makassar, yang tewas hanya pelaku saja. Kematian konyol dan sia-sia! Mengapa? Karena pelaku tewas tanpa makna dalam kesia-siaan terorisme yang gagal membuat kita ketakutan. Di era sekarang ini, kematian konyol aksi teror bom bunuh diri bahkan dipandang sinis, dan menjadi bahan tertawaan. Kematian akibat teror bom bunuh diri adalah jualan yang tidak laku ketika banyak orang justru berupaya merawat kehidupan. Sebagaimana direnungkan dan dihayati umat kristiani di seluruh dunia, kehidupan tak hanya harus dirawat, melainkan diselamatkan. Itulah pesan utama Pekan Suci, dari Minggu Palma (28/3/2021) hingga Minggu Paskah (4/4/2021) sebagai puncaknya.
Inti Pekan Suci adalah mengenang sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus. Namun, kematian- Nya bukanlah kematian yang konyol. Kematian itu menebus kehidupan manusia yang dibelenggu kejahatan dan dosa. Sekitar lima abad sebelum peristiwa sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus, Nabi Yesaya sudah menyampaikan nubuatnya bahwa derita kitalah yang ditanggungnya, sengsara kitalah yang dipikulnya. Ia ditikam karena kedurhakaan kita dan dihancurkan karena kejahatan kita. Siksaan yang menimpa dia membawa perdamaian bagi kita, dan kita sembuh berkat bilur-bilur tubuhnya (Yesaya 55:4-5). Maka, kematian Yesus Kristus yang dikenangkan miliaran umat kristiani di seluruh dunia pada hari Jumat Agung (2/4/2021) bukanlah kematian konyol. Berbeda bumi langit dengan kematian sia-sia pelaku teror bom bunuh diri, meski pelakunya mendasarkan aksinya pada ayat-ayat suci sesuai penafsirannya sendiri. Kematian Yesus adalah kematian yang menyelamatkan manusia dan semesta. Sedangkan kematian pelaku bom bunuh diri adalah kematian sia-sia yang membahayakan sesama. Kalaupun kematian itu dianggap mendatangkan kebahagiaan, kebahagiaan itu hanya sejauh yang dipikirkan sang pelaku, tidak berdampak pada kebahagiaan sesamanya. Itu pun kalau benar bahwa pelaku bom bunuh diri mati bahagia, sebab faktanya, mereka selalu hancur dimakan api. Tubuhnya tercabikcabik atas sesat pikirnya sendiri. Maka, sia-sialah belaka!