"Dalam hal ini, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai agar semua kepala keluarga bisa mendapatkan penghasilan yang memadai, lebih-lebih selama masa pandemi."
KELOMPOK tercekil dari struktur negara adalah keluarga. Dari kumpuluan keluarga membentuk suatu lingkungan yang disebut dengan rukun tetangga (RT), kumpulan RT membentuk rukun warga (RW), kumpulan RW membentuk desa/kelurahan, kumpulan desa/kelurahan membentuk kecamatan, dan seterusnya hingga menjadi provinsi kemudian negara. Artinya, keluarga merupakan komponen pokok yang menentukan kehidupan suatu negara, yang meliputi kehidupan sosial, ekonomi, pendidikan, keamanan, dan sebagainya. Namun data Dirjen Bimas Islam menunjukkan angka perceraian yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada 2015 terdapat 394.246 kasus, 401.717 kasus (2016), 415.510 kasus (2017), 444.358 kasus (2018), 480.618 kasus (2019), dan pada 2020 terhitung per Agustus sudah mencapai 306.688 kasus. Data tersebut merupakan peceraian dari pasangan suami istri yang beragama Islam. Jika dibandingkan dengan angka pernikahan per tahun yang kurang lebih dua juta, angka peceraian per tahun rata-rata mencapai seperempatnya. Di Jateng, pada 2019 terjadi 71.000 kasus perceraian dari 300.000 pernikahan atau lebih dari 20 persen. Dari jumlah tersebut, mayoritas yang mengajukan perceraian adalah dari pihak perempuan. Adapun faktor yang melatarinya berbagai macam, namun secara umum faktor ekonomi menjadi penyebab utama. Persoalan ekonomi yang dimaksud adalah berkaitan dengan kemampuan kepala keluarga dalam mememenuhi kebutuhan dan kesejahteraan bagi segenap anggotanya. Kondisi tersebut selaras dengan meningkatnya angka perceraian selama masa pandemi Covid-19 lantaran kondisi ekonomi keluarga yang semakin menurun.