BENNY Wenda proklamasi kemerdekaan Republik Papua Barat. Ali Kalora membantai penduduk Sulawesi Tengah. Di Jakarta, Habib Rizieq Syihab (HRS) menyerukan revolusi. Klop. Kondisi Indonesia kini ibarat perempuan hamil tua, meminjam istilah dalam film "Pengkhianatan G 30 S/PKI".
Ya, sebentar lagi akan lahir "bayi". Lantas, "bayi" semacam apakah yang hendak lahir itu? Adalah disintegrasi dan disintegritas bangsa. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila pun akan goyah. Adakah benang merah antara Benny Wenda, Ali Kalora dan HRS?
Benang merahnya adalah mereka sama-sama memanfaatkan momentum kelemahan pemerintah pusat yang sedang berjibaku melawan Covid-19. Benang merah lainnya, mereka sama-sama menginginkan sistem atau negara baru, berbeda dengan atau bahkan lepas dari NKRI dan Pancasila.
Benny Wenda diangkat Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat atau The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) sebaga Presiden Republik Papua Barat, sekaligus membentuk pemerintahan sementara.
ULMWP adalah koalisi dari berbagai faksi politik yang berjuang untuk kemerdekaan Papua selama bertahun-tahun. Pembentukan pemerintahan sementara dalam penantian ini bertujuan untuk memobilisasi rakyat West Papua yang mencakup Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, untuk mewujudkan referendum menuju kemerdekaan Papua. Pemerintahan sementara ini nantinya akan memegang kendali di Papua dan menyelenggarakan pemilu yang demokratis di sana.
Ali Kalora adalah pemimpin kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Ia menggantikan Santoso yang ditembak mati aparat keamanan Indonesia. MIT adalah sebuah kelompok militan Islam yang beroperasi di wilayah pegunungan Kabupaten Poso dan bagian selatan Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng. MIT telah menyatakan sumpah setia kepada Negara Islam Irak dan Syria atau Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) pada 2014.