PADA akhir pekan lalu dolar AS kembali berada di bawah Rp 14.000. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam sebuah video conference beberapa hari lalu meyakini rupiah akan mampu melanjutkan penguatannya. Menurut dia, tingkat inflasi rendah, defisit neraca transaksi berjalan yang juga rendah, dan perbedaan antara tingkat bunga domestik dan luar negeri merupakan faktor-faktor yang bisa membuat nilai rupiah berpotensi naik lagi. Pada saat yang sama, harga-harga saham juga menguat.
Pada Senin (8/6) lalu, kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai 2,5 persen. Hari itu bursa-bursa saham di Asia memang mengalami rally atau penguatan harga yang signifikan. Bintang dari kegairahan bursa saham hari itu adalah Bursa Efek Indonesia (BEI). Penetapan periode transisi dalam penanganan penyebaran Covid-19 di Jakarta disebut sebagai pemicu penguatan di pasar keuangan negeri ini. Periode transisi dipersepsikan bakal menggerakkan perekonomian dari kelesuan.
Ketika Covid-19 mulai menyerang Indonesia, harga-harga saham dan rupiah anjlok. Dinamika di pasar keuangan biasa disebut sebagai leading indicator atau bereaksi mendahului apa yang akan terjadi di sektor riil. Bila sektor riil diperkirakan bakal mengalami persoalan, maka harga-harga saham dan nilai tukar rupiah biasanya akan turun. Hal sebaliknya terjadi bila perekonomian diperkirakan bakal bergairah. Karena itulah saat ini rupiah dan sahamsaham yang dijual di BEI menunjukkan performa positif.