KLATEN Setelah rentetan erupsi Gunung Merapi sejak Selasa (26/1) malam hingga Rabu (27/1), jumlah pengungsi di Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten bertambah. Bila sebelumnya, jumlah pengungsi 70 orang, Rabu (27/1) malam menjadi 118 orang.
”Ada penambahan jumlah pengungsi di Desa Tegalmulyo setelah erupsi berkalikali. Kami mencatat ada 118 warga yang mengungsi. Biasanya hanya 70-90 orang,” kata Kabid 2 Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Klaten, Sri Yuwana Harus Yulianta, Kamis (28/1). Di Klaten, ada 3 desa yang masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Merapi, yakni Desa Balerante, Sidorejo dan Tegalmulyo. Untuk Balerante ada Dukuh Sambungrejo, Ngipiksari, Gondang, dan Sukorejo. Sementara di Desa Tegalmulyo, ada Dukuh Canguk, Sumur, dan Pajegan. Sejak awal status Merapi meningkat ke level III atau Siaga, baru warga Desa Balerante dan Tegalmulyo yang mengungsi. Warga Sidorejo belum mengungsi, meski sudah disiapkan pengungsian sementara di GOR Kalimosodo. ”Meski masih banyak warga yang belum mengungsi, namun mereka siap turun bila sewaktu-waktu kondisi Merapi membahayakan. Warga sudah terlatih evakuasi mandiri, kendaraan siap di tepi jalan,” kata Haris. Untuk Desa Balerante, jumlah pengungsi masih sama, yakni 227 orang, yang terdiri atas anak-anak, balita, dan lansia. Jumlah ternak yang diungsikan 114 ekor di kandang komunal Dukuh Tegalweru, Balerante. Sementara itu, warga lereng Merapi masih beraktivitas seperti biasa. Mereka ke ladang dan mengurus ternak. Pasar Butuh di perbatasan Klaten-Cangkringan Sleman juga masih ramai ibu-ibu yang berbelanja.
Awan Panas Berkurang
Di sisi lainnya, awan panas guguran Merapi turun drastis. Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) hanya melaporkan satu kali awan panas, pukul 10.13 WIB dengan durasi 175 detik. Sama seperti sebelumnya, awan panas juga mengarah ke barat daya di hulu Sungai Krasak dan Boyong. Estimasi jarak luncurnya 2 km. Frekuensi awan panas itu berkurang signifikan dibanding data, Rabu (27/1) yang mencatat 52 kali luncuran awan panas.
Meski demikian, aktivitas Merapi sampai sekarang masih tinggi. ”Data seismik masih didominasi kegempaan karena aktivitas guguran. Laju deformasi cenderung landai,” kata Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Eko Budi Lelono, Kamis (28/1). Sebagaimana diketahui, Merapi memasuki fase erupsi efusif sejak 4 Januari 2021. Hingga saat ini, Merapi sudah meluncurkan 95 kali awan panas guguran. Jarak luncur paling jauh 3 km, Rabu (27/1) siang.
Pascarentetan awan panas, beberapa wilayah di Boyolali diguyur hujan abu bercampur pasir. Menurut Eko, itu adalah peristiwa yang wajar mengingat material halus produk erupsi dapat terbawa angin. Erupsi yang kini berlangsung, merupakan tipe Merapi. Jenis erupsi yang menjadi ciri khas Merapi ini ditandai dengan pertumbuhan kubah lava, berlanjut pada kejadian guguran lava, dan awan panas guguran.