JAKARTA, suaramerdeka.com - Alih-alih merumuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol, DPR dan pemerintah sebaiknya terlebih dulu melihat, membahas dan menyelesaikan permasalahan yang sudah ada. Salah satunya adalah potensi meningkatnya jumlah underage drinking atau peminum di bawah umur (di bawah usia 21 tahun) akibat semakin maraknya penjualan minuman beralkohol secara online.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan, adanya potensi peningkatan angka peminum di bawah umur ini didasarkan pada lemahnya pengawasan terhadap mekanisme pembelian lewat platform online. Belum tersedianya kepastian hukum dari segi regulasi serta data akurat mengenai besarnya pasar dari penjualan minuman beralkohol secara online dan banyaknya jenis platform online juga semakin menambah sulitnya pengawasan.
Pingkan menambahkan, kekhawatiran potensi meningkatnya jumlah peminum di bawah umur sangat beralasan. Berdasarkan pantauan yang dilakukan Center for Indonesian Policy Studies pada 2020 terdapat 13 platform online yang menjual minuman beralkohol. Setengah dari mereka adalah platform e-commerce umum yang memungkinkan pedagang menjual produk mereka secara online.
"Sangat disayangkan bahwa belum adanya regulasi penjualan secara online untuk minuman beralkohol mengakibatkan tidak adanya keseragaman sistem pengawasan untuk pemeriksaan KTP dan verifikasi usia yang dapat membantu penjual untuk mencegah anak-anak atau mereka yang tergolong di bawah umur untuk mengakses dan mengonsumsi minuman beralkohol," kata dia.