DITUNJUK menjadi Lurah Gisikdrono sejak 10 Desember 2019 membuat Sunardi harus belajar lebih giat lagi soal kepemerintahan. Pasalnya, menjadi lurah tentu akan memiliki tugas yang jauh berbeda dibanding saat bekerja di instansi sebelumnya. Namun dia optimistis bisa menjalankan tugasnya dengan baik berbekal pengalaman yang dia miliki.
“Tentu saja sangat berbeda saat menjadi staf dibanding dengan sekarang. Dulu saya hanya mengerjakan apa yang diperintahkan atasan kepada saya. Tugas yang dilakukan juga sangat terbatas tidak kompleks,” tutur lulusan sarjana ekonomi itu.
Adapun tugas seorang lurah menurut suami Budi Astuti itu jauh lebih kompleks, dan jauh lebih rumit. Karena, selain mengelola staf dia juga harus juga harus mengelola masyarakat yang sedemikian banyak dengan berbagai karakter dan permasalahan yang menimpanya. “Sebagai lurah kami harus melayani masyarakat apapun permasalahannya. Kami harus bisa menyelesaikan segalanya, sehingga, dari segi pekerjaan, waktu, dan tenaga lebih berat di kelurahan,” sambungnya.
Sebelumnya, Lurah kelahiran Kudus, 30 Mei 1975 itu pernah menjadi Kasi Komunikasi, Operasi, dan Penyelamatan Pemadam Kebakaran (Damkar) selama setahun. Dia juga pernah menjajaki karir sebagai Sekretaris Panitia Pengawas (Panwas) saat Pileg dan Pilpres. “Semua itu yang sudah membentuk saya dan menjadi pembelajaran yang berharga saat ditunjuk menjadi lurah,” ungkap dia.
Saat bekerja sebagai staf Trantib dia banyak belajar soal administrasi, pendataan, manajemen sumberdaya manusia, dan sumberdaya alam seperti pengembangan pegawai dan sebagainya. Sedangkan saat di Damkar dia belajar soal kedisiplinan dan ketangguhan dalam mengahadapi masalah. Setiap hari apel pagi, datang tepat waktu,“Kebiasaan itu minimal menambah kedisiplinan saya,” katanya.
Sunardi bercerita, saat pertama kali ditunjuk menjadi Lurah Gisikdrono dalam hatinya ada rasa penasaran dan antusiasme yang cukup tinggi. Seketika itu juga, Sunardi langsung mengorek informasi segala sesuatu yang berkaitan dengan Kelurahan Gisikdrono.