SUASANA teduh terasa ketika menapaki kediaman Musimin di Dusun Turgo, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Sleman. Di rumah sederhana yang terletak dua kilometer dari puncak bukit Turgo ini, Musimin merintis impiannya untuk melestarikan anggrek Merapi. Sejak 24 tahun silam, mimpi itu mulai dia rajut. Kini harapannya terlaksana. Tempat tinggalnya bersama keluarga telah menjadi tempat konservasi lebih dari 150 jenis anggrek.
Semua bermula dari peristiwa letusan Merapi tahun 1994. Bencana erupsi kala itu meluluhlantakkan sebagian habitat flora di lereng gunung tersebut. "Dulu, banyak jenis anggrek yang hidup di lereng Merapi. Tapi akibat erupsi ditambah kebakaran hutan, habitat anggrek berkurang banyak," tutur Musimin ditemui di rumahnya, Senin (23/11).
Tidak ingin kekayaan Merapi lenyap begitu saja, pada tahun 1996, dia mulai mengoleksi sisa-sisa anggrek yang ada di pekarangan dan terkumpul tujuh spesies. Langkahnya didukung oleh BKSDA yang berselang empat tahun kemudian memberikan bantuan 50 batang anggrek Vanda.
Kecintaannya terhadap flora anggrek kian membuncah. Pada medio 2003, dia berkenalan dengan beberapa pembudidaya anggrek yang tinggal di lereng sektor timur dan barat Merapi. Dari mereka, Musimin membeli sejumlah tanaman anggrek. Ikhtiar yang dijalankannya pun mendapat perhatian dari salah satu ahli anggrek bernama Sulistiyono. Pada 2011, mereka berkolaborasi melakukan pendataan anggrek yang masih hidup di lereng Merapi.