TEKANAN ekspor, pasar dalam negeri lesu serta melemahnya daya beli masyarakat menjadi alasan pengusaha merumahkan maupun melakukan PHK selama pandemi Covid-19. Suramnya kondisi ekonomi ini terjadi delapan bulan sejak virus corona menghantam berbagai sektor dunia usaha.
Frans Kongi, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah mengungkapkan, dampak pandemi luar biasa. Ia tidak mengelak terjadinya gelombang PHK massal sejak awal pandemi di awal Maret lalu. "Pandemi ini abnormal kami tidak mempunyai kekuatan apa-apa lagi maka PHK tidak terhindarkan terutama bagi mereka yang bekerja kontrak," ujar Frans.
Pandemi juga menyebabkan industri manufaktur merumahkan pekerjanya karena harus menerapkan protokol kesehatan. Kebijakan ini menyebabkan pekerja yang dirumahkan tak lagi menerima gaji lagi utuh seperti sebelum-sebelumnya. Sejak April, Apindo telah meminta uluran tangan pemerintah karena likuiditas mereka terganggu.
Baca Juga: Banyak PHK, Pengajuan Klaim JHT di BPJAMSOSTEK Solo Menumpuk
Baca Juga: Marak PHK, Klaim JHT Melonjak Rp 48 Miliar
Dalam catatan Apindo, hampir semua sektor industri terdampak Covid-19. Hanya beberapa sektor yang tidak terdampak seperti sektor makanan minuman, farmasi dan obat-obat tradisional. Sedangkan sektor industri yang paling terdampak adalah garmen dan tekstil, karena produk mereka diekspor.
"Mana ada yang mau belanja pakaian selama pandemi, mal-mal pun sepi. Agar bertahan hidup, perusahaan (tekstil) mencari terobosan seperti memproduksi masker dan alat pelindung diri untuk tenaga kesehatan," imbuhnya.
Bagi perusahaan yang melakukan PHK, Apindo Jateng mengimbau 1.500 anggotanya agar berkomunikasi dengan pekerja. Bila tidak menaati peraturan berlaku, Apindo Jateng berjanji menindak tegas anggotanya.
"Kami tegaskan pada anggota untuk patuh hukum, minimal yang normatif seperti mengikutkan pekerja dalam program BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan. Sebab kami berpikir buruh itu mitra dan ingin mereka sejahtera sesuai kemampuan kami," ujarnya.
Sementara itu, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Semarang telah menerima laporan bahwa selama pandemi ada sekitar 15.000 an tenaga kerja menganggur karena terkena PHK maupun dirumahkan hingga akhir Agustus lalu. "Setelah itu tidak ada laporan baru tentang PHK. Sampai bulan ini tinggal penyelesaian saja," ujar Kepala Disnaker Semarang, Soetrisno.
Sebanyak 15.000 an tenaga kerja yang di-PHK dan dirumahkan itu berasal dari 83 perusahaan yang didominasi hotel, industri garmen, dan logam. Disnaker Kota Semarang mengaku telah meminta perusahaan agar tidak melakukan PHK."Kami sering memotivasi, PHK ibarat penyakit itu diabetes. Kalau gatal jangan digaruk nanti luka. Kalau luka pasti melebar, jadi pengusaha jangan sampai melakukan PHK."
Sistem Bergilir