JAKARTA, suaramerdeka.com - Pemerintah perlu merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen karena UU ini belum memasukkan ekosistem ekonomi digital di dalamnya. Padahal kegiatan ekonomi digital yang melibatkan penyedia jasa dan layanan serta konsumen juga membutuhkan adanya payung hukum terkait perlindungan konsumen. Perlindungan diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan konsumen dalam bertransaksi.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Siti Alifah Dina mengatakan, walaupun UU Nomor 11 Tahun 2008 dan Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta peraturan turunannya sudah mengatur transaksi digital, masih terdapat beberapa aspek yang belum diatur.
"Contohnya aspek yang belum diatur seperti isu-isu terkait kegiatan re-selling, peran pihak ketiga atau intermediary parties, jumlah dan jenis data yang boleh dikumpulkan penyelenggara, dan transaksi lintas negara termasuk resolusi konflik lintas negara, Karakteristik tadi belum dibahas dalam UU Perlindungan Konsumen maupun UU ITE," kata dia.