JAKARTA, suaramerdeka.com - Perlindungan konsumen e-commerce di Tanah Air masih belum memadai meski Indonesia merupakan pasar yang potensial untuk perkembangan industri ini. Pertumbuhan akumulasi nilai pembelian melalui platform digital di Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN, setara dengan Vietnam, menurut studi yang dilakukan oleh Google, Temasek, & Bain (2020).
Transaksi e-commerce di Indonesia meningkat dua kali lipat sejak pandemi Covid-19 dimulai, yaitu sebesar USD 32 Miliar atau meningkat 54% dari angka di tahun 2019. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Siti Alifah Dina menuturkan, ada beberapa persoalan yang berpotensi menghambat pertumbuhan perdagangan e-commerce di Indonesia.
Yang pertama adalah belum adanya regulasi mengenai perlindungan data pribadi. Oleh karena itu, disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi sangat mendesak sebagai bentuk perlindungan kepada konsumen e-commerce. Penggunaan data pribadi dalam penyedia layanan e-commerce tidak jarang disalahgunakan dan diakses untuk kepentingan di luar transaksi yang penyedia platform lakukan.
Dalam beberapa kasus yang berkaitan dengan perusahaan financial technology (fintech), data konsumen disebarluaskan dan diperjualbelikan tanpa seizin konsumen. Dina menyatakan, RUU ini idealnya mengatur hak dan kewajiban antara penyedia layanan dengan konsumen untuk memperjelas tujuan penggunaan data pribadi dan data apa saja yang boleh diakses oleh penyedia layanan yang berhubungan dengan transaksi tersebut.