JAKARTA, suaramerdeka.com - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa A. Amanta mengatakan, tingginya harga pangan Indonesia sangat merugikan masyarakat, terutama bagi masyarakat miskin. Mereka bisa menghabiskan 50 hingga 70 persen dari pendapatannya hanya untuk membeli makanan. Besarnya proporsi pengeluaran untuk makanan membuat masyarakat sangat rentan terhadap lonjakan harga komoditas pangan sehingga memengaruhi pola konsumsi.
Berdasarkan hasil penelitian CIPS, kenaikan harga beras sebesar Rp. 1.000 dapat mengurangi konsumsi beras sebesar 0,67 kg. Hal ini menyebabkan risiko tidak terpenuhinya Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan sebesar rata-rata 2.150 kilo kalori. Tidak tercukupinya nilai AKG yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 75 tahun 2013 ini dikhawatirkan berkontribusi terhadap tingginya risiko malnutrisi dan stunting di Indonesia.
"Ada banyak faktor yang menyebabkan tingginya harga pangan. Beberapa di antaranya adalah tantangan-tantangan produksi pertanian, seperti perubahan iklim dan cuaca, infrastruktur irigasi yang belum memadai, kurangnya sumber air bersih, kurangnya penggunaan teknologi, berkurangnya lahan pertanian, petani yang semakin sedikit dan menua dan rendahnya produktivitas pertanian," kata dia.