Tidak terasa hampir dua pekan sudah puasa Ramadhan kita jalani. Moment yang sangat ditunggu ini harus disiasati sedemikan rupa, mengingat sekarang ini sedang dalam era pandemi Covid-19. Suasana baru Ramadhan tahun ini sungguh berbeda dengan tahun lalu. Masjid, mushalla terlihat sepi oleh jama'ah tarawih meski tadarrus tetap membahana, jalan-jalan sepi oleh ngabuburit dan sahur on the road, dan lain-lainnya jauh dari hiruk pikuk kerumunan. Semua ini menjadi terlarang dilakukan dan memang harus kita patuhi sebagai bagian dari ikhtiar bersama menangkal Korona sebagai persoalan bangsa dan musibah bagi semua.
Disaat musim Work Form House ini, pemanfatan bulan Ramadhan dengan amaliyah-amaliyah ibadah yang dilakukan di rumah, seperti berjamaah shalat maktubah, tarawih dan witir bersama keluarga. Ngabuburit dirumah bisa diisi dengan aktifitas ubudiyah yang lebih mengasyikkan, seperti tadarrus Alquran, lomba khatam Alquran antar anggota keluarga, ngobrol seputar hukum Islam dan lain-lain yang lebih mengakrabkan, mempererat silaturrahmi keluarga sekaligus menambah kualitas pengetahuan agama. Kesemarakan Ramadhan juga dapat dilihat di dunia maya, banyak sekali para ustadz-ustadzah penyedia taklim. tausiyah, halaqah secara on line maupun streaming, cara ini justru lebih mengglobal, dan siapapun bisa bergabung.
Bagi perempuan usia subur sering kali tidak bisa penuh berpuasanya, meskipun bgitu tetap dapat melakukan amaliyah-amaliyah ibadah Ramadhan untuk tidak kehilangan pahala Ramadhan. Sebagaimana di jelaskan oleh Syekh Fuad Abdul Baqi (muhaqqiq kitab sunan Ibnu Majah) bahwa meninggalkan shalat dan puasa adalah bentuk ketaatan bagi perempuan yang haid, jika dia itu tetap shalat dan puasa maka sungguh dia telah bermaksiat kepada Allah. Hal itu dikarenakan bentuk ketaatan tidaklah sama dan meninggalkan shalat dan puasa adalah bentuk ketaatan perempuan yang sedang haid.
Perempuan yang haid masih bisa mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa, misalnya memberikan makan orang yang berbuka puasa, seperti yang dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan Imam Tirmidzi, bahwa Rasulullah saw bersabda “Barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala dari orang yang berpuasa itu sedikitpun". Begitu juga halnya perempuan akan mendapatkan pahala itu ketika bangun diwaktu fajar untuk menyiapkan makan sahur bagi orang yang berpuasa. Karena kebaikan sekecil apapun akan bernilai ibadah.
Demikian juga dengan mendengarkan bacaan Alquran sangat dianjurkan agar hati tetap terpaut kepada Alquran dan senantiasa mendapat rahmat. sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al-A'raf ayat 204: "Dan apabila dibacakan Alquran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat" demikian juga dijelaskan oleh hadis riwayat Ibnu Majah, bahwa Aisyah RA berkata “Rasulullah Saw meletakkan kepalanya di pangkuanku saat aku sedang haid dan ia membaca Al-Qur’an”. (Para ulama jumhur berpendapat salah satu yang terlarang bagi perempuan berhadats besar adalah membaca Alquran- Lihat Taqrib, Fathul Mu'in dll)
Amaliyah-amaliyah ibadah lain yang tidak kalah pentingnya untuk mengisi bulan Ramadhan bagi perempuan yang tidak berpuasa ini adalah berta'lim menuntut ilmu terlebih mempelajari ilmu agama, misalnya dengan membaca, berdiskusi, dan mendengarkan ceramah atau pengajian. Juga memperbanyak berdzikir dengan mengucapkan kalimah-kalimah thayyibah, memperbanyak membaca shalawat sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan Imam Tirmidzi :, “Manusia yang paling berhak bersamaku pada hari kiamat ialah yang paling banyak membaca shalawat kepadaku.” (HR Tirmidzi).
Memperbanyak bersedekah juga bagian amal ibadah yang sangat menjanjikan dan dapat dilakukan pada bulan Ramadhan ini terutama diera pandemi dimana banyak sekali saudara kita yang kehilangan pekerjaan dan kesulitan ekonomi. Sedekah sangat dianjurkan oleh Allah. Sedekah dapat menyucikan harta dan menjadi tabungan di akhirat kelak. Pahala sedekah bahkan bisa terus mengalir meskipun pelaku sedekah sudah meninggal dunia, jika sedekah tersebut terus menerus bermanfaat bagi generasi selanjutnya, sebagaimna Rasulullah Saw bersabda “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR Muslim). Wallohu a'lam.
(Dr Arikhah MAg, Pengurus MUI Jateng, Pegiat Pesantren Darul Falah Besongo Semarang, jaringan KUPI)