SEMARANG, suaramerdeka.com - Dalam peringatan Harlah Ke-96, Nahdlatul Ulama mengingatkan pentingnya terus merekatkan nilai-nilai ukhuwah insaniyah atau persaudaraan sesama umat manusia. ''Nabi Muhammad diutus Allah swt membentuk organisasi besar yang kuat dan kokoh bernama umat. Umat wasathan yang selalu ada di tengah-tengah tidak radikal tidak ekstrem apalagi teroris,'' tegas Ketua Umum PBNU Prof Dr KH Said Aqil Siradj, Minggu pagi (24/3).
Dia menegaskan hal itu dalam pidato di depan puluhan ribu warga Nahdliyyin peserta jalan sehat Harlah Ke-96 Nahdlatul Ulama di halaman Balai Kota Jalan Pemuda Semarang. Pidato singkat Kiai Said itu berhasil membangkitkan semangat warga NU yang memadati jalan Pemuda dari bundaran Paragon hingga Tugumuda Semarang. Meski diguyur hujan lebat, mereka tidak berpindah dari tempatnya. Sesaat kemudian mereka menyanyikan lagu ''Syubanul Wathan'' karya KHA Wahab Chasbullah sambil mengepalkan tangan kanan.
Ketua Umum PBNU kemudian menandatangani prasasti dimulai pembangunan Kampus Islam Nusantara di Desa Pdodrejo, Kecamatan Ngalian seluas 1,5 hektare. Selain Kiai Said, yang membubuhkan tanda tangan adalah Ketua Umum PP Lembaga Pendidikan Maarif NU KH Arifin Djunaidi, Rais Syuriyah KH Hanief Ismail Lc dan Ketua PCNU KH Anashom. Penandatanganan disaksikan Ketua PWNU KHM Muzamil dan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi.
Menurut Kiai Said Aqil, pada awal NU didirikan oleh KH Hasyim Asy'ari 16 Rajab 96 tahun lalu, tujuannya adalah untuk menguatkan ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan sesama muslim. Tetapi dalam perkembanganya menjadi penguatan ukhuwah insaniyah atau persaudaraan sesama anak manusia. ''Persaudaraan anak manusia setanah air harus terus diperkuat. Muslim dan nonmuslim, suku apa saja asal sama-sama warga negara mempunyai hak dan kedudukan yang sama. NU tidak punya musuh karena semuanya adalah saudara,'' tegasnya.
Dalam Muktamar 1936 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, NU memutuskan Indonesia adalah Darussalam, negara yang damai. Bukan Darul Islam atau Darul Kafir. ''Indonesia adalah negara kebangsaan (nation state) yang berlaku muwathonah atau citizenship kewarganegaraan yang mempunyai hak-hak sama di depan hukum,'' katanya.
NU kata Kiai Said kembali membuat keputusan besar dalam Munas dan Konbes di Banjar, Jawa Barat belum lama ini dengan melarang panggilan kafir untuk warga negara Indonesia yang memeluk agama selain Islam. ''Penganut agama lain di Indonesia tidak boleh dipanggil kafir tapi dengan sebutan nonmuslim,'' katanya.
Meskipun di dalam negeri keputusan tersebut sempat dibully dan dicaci maki oleh kelompok tertentu yang tidak setuju dengan keputusa itu, tetapi menurut Kiai Said NU dipuji oleh dunia internasional karena berpikiran sangat maju dan dinamis. ''Kalau tidak setuju diam saja tidak usah protes wong ini keputusan NU,'' tegasnya.
Membangun Semarang
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menyampaikan terima kasih kepada warga Nahdliyyin yang telah bersama-sama membangun Kota Semarang. ''NU selalu tampil terdepan dalam urusan kebangsaan dan kenegaraan. Negara ini sempat digoyang-goyang oleh kelompok yang akan memasukkan ideologi lain untuk mengganti Pancasila. Tetapi NU tampil di depan untuk mengamankan ideologi dasar negara ini,'' tegas Hendy.
Dia juga menyampaikan terima kasih kepada warga NU karena ketika diprovokasi dengan pembakaran mobil dan sepeda motor mereka tidak terpengaruh dan tetap solid menjaga keamanan dan kerukunan warga. ''Mari kita jaga kondisi ini sampai pelaksanaan Pemilu 17 April 2019,'' katanya. Nilai-nilai andap ashor, tawaduk dan hormat kepada kiai dan ulama yang sudah dijalankan di kalangan Nadhliyyin agar ditularkan kepada warga Kota Semarang yang lain.
Dalam pidatonya Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Sirodj berharap NU bisa terus konsisten menjaga empat pilar kebangsaan. Kempat pilar itu meliputi Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka Tunggal Ika.
"Mudah-mudahan di usianya yang ke-69 ke depan NU selalu konsisten dengan empat pilar. Soal-soal lain bisa berubah tapi empat pilar kebangsaan tidak bisa berubah," tegas Kiai Said.
Disinggung soal sikap NU jelang pemilu, dia mengingatkan bahwa politik merupakan sebuah proses dan bukan tujuan. Oleh karena itu, dia menyayangkan jika masyarakat saling bertengkar hanya karena politik. "Politik itu sarana bukan tujuan, tujuan itu adalah mewujudkan negara yang aman damai tenteram sejahtera itulah tujuan," imbuhnya.
Dalam kesempatan itu, ketua PBNU tersebut menuturkan, semula Harlah NU akan dipusatkan di Jakarta dengan mengerahkan massa 10 juta. Namun, dengan mempertimbangkan keamanan, ketertiban lalu lintas dan berbagai pertimbangan lainnya akhirnya PBNU memutuskan untuk merayakan Harlah NU di masing-masing cabang.