Potensi Politisasi Isu SARA Masih Akan Terjadi

- Sabtu, 8 September 2018 | 05:12 WIB
Foto: Istimewa
Foto: Istimewa

JAKARTA, suaramerdeka.com - Politisasi atau isu SARA pasti akan selalu ada dalam setiap pemilihan (kepala daerah sampai presiden).  Sayangnya, politisasi SARA tidak menjadi perhatian dalam UU Pemilu, sanksi hukumannya pun ringan. Padahal semua pihak saat politisasi SARA ini sangat membahayakan NKRI.

Wakil Ketua Fraksi PPP Syaifullah Tamliha mencontohkan, isu SARA di Indonesia semakin memanas ketika Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Itulah bibit terbesar dalam persoalan SARA. Artinya, ada jualan agama. Setelah itu isu SARA ini terus bermunculan. “Kalau saya mencermati, sepertinya ada perang antara kelompok sekuler dan kelompok agama. Indonesia, seperti kata Bung Karno, bukanlah negara agama, tetapi negara yang beragama,” ujarnya, Jumat (7/9).

Dia mengingatkan, politisasi SARA sangat berbahaya sekali. “Karena itu perlu keterlibatan semua pihak untuk menjaga dan meminimalisir isu-isu SARA,” ucapnya.

Pengamat politik Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengatakan,  ancaman politisi SARA jauh lebih berbahaya dibanding politik uang. Politik uang akan berhenti atau hanya dilokasasi di daerah di mana politik uang itu terjadi. Kalau politik uang terjadi di Jakarta maka tidak berefek di Jawa Barat, Jawa Tengah atau Jawa Timur. “Efek politik uang bisa dilokalisir. Artinya, bangsa tidak retak karena politik uang,” katanya.

Sementara itu, politisasi SARA seperti contoh Pilkada DKI Jakarta 2017, bisa berdampak ke daerah-daerah lain. Sebagai bangsa itu bisa membuat terbelah. Meski tidak memecah secara geografi (ada daerah yang mau memisahkan diri karena SARA), tetapi rakyat bisa terbelah menjadi dua kategori, yaitu masyarakat muslim dan kafir. Kafir ini tidak sejalan dengan pilihan orang muslim. “Ini berbahaya. Karena itu politisasi SARA jauh lebih berbahaya dibanding politik uang,” tegasnya.

Percikan isu SARA di satu daerah, lanjut Ray Rangkuti, akan menyebar dengan cepat ke daerah-daerah lain. Sayangnya politisasi SARA tidak menjadi perhatian dalam UU Pemilu karena isu SARA dianggap bukanlah ancaman. Dalam UU Pemilu, hanya ada satu pasal tentang larangan penggunaan isu SARA dalam kampanye Pemilu. Sanksinya pun ringan, hanya hukuman satu tahun penjara atau denda Rp 1,5 juta.

Editor: Andika

Tags

Terkini

X