Menteri ’Nyapres’ Tak Perlu Mundur, Berpotensi Konflik Kepentingan

- Rabu, 2 November 2022 | 16:55 WIB
Ilustrasi Capres (Pixabay)
Ilustrasi Capres (Pixabay)

JAKARTA, suaramerdeka.com - Hakim konstitusi Arief Hidayat menyampaikan bahwa Menteri atau pejabat setingkat menteri yang maju jadi calon presiden atau calon wakil presiden tak perlu mundur dari jabatannya.

Dalam sidang Mahkamah Konstitusi, Arief Hidayat menyebut, Menteri itu hanya perlu mendapatkan izin cuti dari Presiden untuk ’nyapres’.

Keputusan ’mengejutkan’ terkait permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum itu mendapat kritik tajam dari organisasi masyarakat Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI).

Baca Juga: Kombes Leonardo Sebut Penyebab Kematian Brigadir J Sebagai Aib, sang Ayah: Antara Iya dan Tidak

Sebab, Mahkamah Konstitusi seolah-olah menafikan pertimbangan etika kepemimpinan dalam memutuskan hal tersebut.

”MK menyatakan bahwa pengunduran diri dari jabatan sebagai syarat bagi pejabat negara yang dicalonkan sebagai capres atau cawapres dinilai tak lagi relevan," kata Sekjen SKI, Raharja Waluya Jati.

"Hal tersebut merupakan kemunduran bagi setiap upaya masyarakat untuk mewujudkan kepemimpinan nasional yang jujur dan berintegritas,” ujar dia, Rabu 2 Oktober 2022.

Baca Juga: Kaget Lihat Laporan Perusahaan Raffi Ahmad yang Minus, Onad: Itu Rahasia Perusahaan Lo

Menurut Jati, terlepas dari berbagai pertimbangan yuridisnya, keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut mengesampingkan perlunya seorang pemimpin Indonesia menjaga nilai-nilai keutamaan dalam masyarakat, khususnya yang berhubungan dengan kepemimpinan.

Mahkamah Agung, kata Jati, seharusnya tidak hanya menjadi mahkamah yang berfokus pada segi-segi teknis dalam hukum konstitusi, tetapi lebih dari itu dapat menjadi sumber kebenaran, kejujuran dan keadilan bagi masyarakat.

”Adalah hal yang aneh jika seseorang yang berkontestasi dalam Pemilihan Presiden dianggap tak perlu lagi menunjukkan integritas melalui pengunduran diri dari jabatan publik yang dapat menimbulkan ’conflict of interest’,” lanjutnya.

Baca Juga: Semua Serba Mahal, Ini 12 Tanaman Sayuran yang Mudah Ditanam di Rumah, Anti Ribet Pokoknya!

Jati menyatakan, menteri yang masih menjabat, meskipun dalam status cuti, tetap memiliki kekuasaan dan pengaruh kuat kepada staf-stafnya di kementerian.

Hal tersebut membuka peluang bagi penyalahgunaan jabatan, khususnya terkait dengan penggunaan sumberdaya kementerian untuk kepentingan pertarungan elektoral.

”Seyogyanya terdapat upaya hukum untuk menganulir keputusan MK tersebut. Namun, jika perubahan tersebut sulit diwujudkan, lembaga penyelenggara Pemilu dan masyarakat harus membuat mekanisme yang efektif untuk mengawasi agar potensi conflict of interest itu tak berubah menjadi celah kecurangan Pemilu,” jelas Jati.***

Halaman:

Editor: Andika Primasiwi

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X