JAKARTA, suaramerdeka.com - Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) bersama Stop TB Partnership Indonesia (STPI) bertepatan dengan momentum Hari Tuberkulosis (TBC) Sedunia mengadakan side event sebagai rangkaian pertemuan pertama Health Working Group (HWG).
Event yang bertajuk “Pembiayaan Penanggulangan TBC: Mengatasi Disrupsi Covid-19 dan Membangun Kesiapsiagaan Pandemi Masa Depan” berlangsung 29-30 Maret 2022 di Hotel Hyatt Regency Yogyakarta.
Side Event tentang TBC ini adalah bagian dari diskusi HWG dalam jalur Sherpa. Pertemuan ini diharapkan bisa mendorong peningkatan anggaran untuk penanggulangan TBC di dunia serta memungkinkan pemangku kepentingan G20 memberikan masukan penting untuk memajukan isu TBC ke dalam komunike Konferensi Tingkat Tinggi G20 mendatang dari Kepala Negara.
Baca Juga: Jalan Wahid Hasyim Mulai Diberlakukan Searah
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, H.E. Budi Gunadi Sadikin, menyampaikan dalam keynote speech nya bahwa ketika Indonesia diberi kepercayaan melalui presidensi G20 2022 ini, Indonesia mempromosikan penguatan arsitektur kesehatan global serta memastikan program TBC yang lebih tangguh di masa mendatang.
Hanya dengan meningkatkan pendanaan, meningkatkan jaringan kolaboratif, dan kemitraan multilateral kita dapat mengembangkan diagnostik, vaksin, terapi, dan sistem surveilans TBC yang efektif dan efisien.
“Dengan upaya-upaya tersebut, kita tidak hanya akan memberikan perawatan yang paling dibutuhkan pasien dan keluarga TBC, tetapi juga, kita akan mencapai hasil yang ingin kita semua lihat. Dunia yang bebas dari TBC,” tutup beliau.
Baca Juga: Siap Menyongsong Era Baru Pasca Pandemi dengan Langkah Smart and Like a Pro
Peningkatan investasi terhadap sumber daya dalam penanggulangan TBC akan menyokong upaya pemulihan kesehatan masyarakat untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi.
Tedros Adhanom Ghebreyesus - Direktur Jenderal World health Organization (WHO), Peter Sands - Direktur Eksekutif The Global Fund, Atul Gawande - USAID Assistant Administrator for Global Health dan Mamta Murthi - Vice President for Human Development, World Bank juga memberikan keynote speech untuk membuka diskusi Side Event yang dilanjutkan dengan pidato dari representatif G20.
“Berkaca pada penanganan COVID-19, penyelesaian pandemik dapat dilakukan dengan kerjasama dan respon cepat. Hal ini perlu dilakukan untuk penanggulangan TBC. Komitmen harus dijalankan tidak hanya secara global nasional tapi juga hingga tingkat daerah. Tantangan yang dihadapi tidak hanya menyangkut dana tapi juga sistem pengelolaan dananya perlu diperhatikan,” ujar Meirinda Sebayang, penyintas TBC resisten obat yang juga merupakan ketua Jaringan Indonesia Positif dan perwakilan komunitas dalam Dewan Stop TB Partnership saat menyampaikan pidatonya di acara tersebut.
Baca Juga: Profil Hanung Bramantyo, Suami Zaskia Adya Mecca, Pernikahan Terdahulu Hingga Kontroversi Filmnya
Selama 2 hari, acara side event ini terbagi menjadi 4 sesi dengan total 29 pembicara dari berbagai organisasi dan institusi global dan nasional.
Direktur Eksekutif Stop TB Partnership, Lucica Ditiu menyatakan saat memimpin diskusi, bahwa TBC adalah penyakit yang sudah muncul jauh sebelum Covid-19.
"Namun, dengan munculnya Covid-19 kondisi TBC semakin jauh memburuk. Menariknya, 50 persen dari kasus TBC berada di negara G20, sehingga jika semua negara G20 mampu melakukan eliminasi TBC di negaranya masing-masing, maka kita hanya perlu fokus kepada 50 persen lainnya. TBC adalah penyakit yang dapat disembuhkan, hanya saja kita kekurangan sumberdaya dan juga perhatian pada isu ini. TBC perlu diperlakukan sama dengan Covid-19, mendapatkan perhatian yang sama, melihat pada gejala dan kondisi dari kedua penyakit ini yang sangat mirip. Oleh karena itu, kita memiliki tanggung jawab moral untuk mengakhiri TBC di negara kita," kata Lucica.
Artikel Terkait
Kurangi Risiko TBC, STPI Mulai Kampanye Komunikasi Digital
Momentum Indonesia Menjadi Presidensi G20, Fokus untuk Mengakhiri TBC Secara Global
30 Negara Sumbang 86 Persen Kasus Baru TBC, Indonesia Masuk 3 Besar