Dalam uraiannya atas perbuatan terdakwa, jaksa menyebut bahwa kekerasan seksual itu dilakukan terhadap anak didik perempuan yang berada dalam kondisi tak berdaya tapi karena tekanan pelaku sebagai pendiri dan pengasuh institusi.
Disebut sistemik dan terus-menerus mengingat hal itu dilakukan mulai dari merencanakan hingga mempengaruhi anak-anak korban untuk mengikuti nafsu seksnya.
Perbuatan itu pun disebutkan tak kenal waktu baik pagi, siang, sore bahkan malam hari ketika anak-anak tersebut yang seharusnya beristirahat.
Perbuatan terdakwa yang menggunakan simbol-simbol agama dan pendidikan, sebut Asep, tak lebih sebagai manipulasi dengan menjadikannya alat justifikasi untuk mewujudkan niat jahatnya. Korban, jelasnya, kemudian terperdaya.
Baca Juga: Bocoran Teaser Film Pengabdi Setan 2, Bakal Lebih Seram dari Seri Pertama?
Lebih dari itu, kekerasan seksual tersebut berpotensi membahayakan kesehatan anak-anak perempuan di bawah usia 17 tahun.
Data menunjukan, bukan saja membahayakan secara fisik karena hamil melahirkan di usia dini, tapi perbuatan itu bisa beresiko menularkan penyakit seperti HIV, kanker serviks, dan juga tingkatkan angka morbiditas dan mortalitas.
"Perbuatan terdakwa tak hanya atas fisik, tapi juga kondisi psikologis dan emosional santri secara keseluruhan. Belum lagi dampak luar biasa ke masyarakat menjadi resah, Presiden dan Ibu Negara juga memberi perhatian," katanya.
Artikel Terkait
Fuji Jadi Pemeran Utama Film Bukan Cinderella, Ini Sinopsisnya
Main di Film Bukan Cinderella, Fuji Mengaku Awalnya Ragu
Skuad Mulai Lengkap, PSIS Percaya Diri Hadapi Persiraja
Deddy Corbuzier Kritik Impian Kinan Ke Cappadocia di Serial Layangan Putus
IBL 2022 Buka Pintu Penonton Hadir di Tribun, Ini Syaratnya