Indonesia Lirik Vaksin Pfizer

Red
- Rabu, 11 November 2020 | 01:31 WIB
SM/rep covid19.go.id : Airlangga Hartarto
SM/rep covid19.go.id : Airlangga Hartarto

JAKARTA, suaramerdeka.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberi sinyal pemerintah Indonesia akan membeli Vaksin Pfizer yang tengah viral karena diklaim mampu melawan virus korona atau Covid-19.

Vaksin itu diproduksi oleh Pfizer, perusahaan farmasi asal Amerika Serikat. ”Ini disiapkan untuk menjadi bagian berikutnya (dari pengadaan vaksin di dalam negeri), karena masih banyak yang dibahas terkait pengadaan vaksin,” ungkap Airlangga menanggapi viralnya klaim keampuhan Vaksin Pfizer di sela-sela konferensi pers virtual, Selasa (10/11). Kendati demikian, Airlangga belum memastikan kapan Indonesia akan membeli vaksin tersebut. Di sisi lain, Airlangga menyatakan Indonesia akan fokus pada pengadaan vaksin yang sudah berjalan lebih dulu.

Pemerintah telah menunjuk PT Bio Farma (Persero) untuk melakukan uji klinis terhadap vaksin Merah Putih. Itu merupakan hasil pengadaan dari kerja sama dengan Sinovac, perusahaan farmasi asal Tiongkok. Pemerintah menargetkan pengadaan dan distribusi vaksin bisa dilakukan mulai akhir tahun ini. Sementara itu Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan, belum berencana menjalin kerja sama uji klinis maupun pengadaan Vaksin Pfizer.

Sebab, ketentuan uji klinis dan pengadaan vaksin saat ini berada di bawah arahan pemerintah melalui Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Hingga kini arahan penugasan masih fokus ke vaksin hasil kerja sama dengan Sinovac.”Kami belum ada rencana untuk kerja sama vaksin dengan Pfizer, tapi kalau ada permintaan dari pemerintah tentu kami akan jajaki. Kewenangan di Menkes, jadi kita tunggu saja permintaan Menkes,” ucap Honesti.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan tengah menjajaki kerja sama dengan sejumlah produsen vaksin Covid-19 selain Sinovac, termasuk Pfizer. ”Kami sejak awal melakukan penjajakan kepada CEPI (Coalition for Epidemic Preparedness Innovations atau Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi). Tentu kami melakukan penjajakan dengan pihakpihak lain, seperti AstraZeneca, Cansino ataupun Pfizer,” ungkap Erick.

Penjajakan dilakukan karena estimasi kebutuhan vaksin sebanyak 300 juta dosis pada 2021 belum mencukupi untuk seluruh populasi masyarakat Indonesia. Perhitungannya, jika satu orang mendapat dua dosis, maka target pengadaan 300 juta dosis baru bisa memenuhi kebutuhan 150 juta orang. Di sisi lain, kabar keefektifan Vaksin Pfizer memengaruhi pergerakan pasar keuangan, kemarin.

Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai kabar soal Vaksin Pfizer ini berhasil memberi sentimen positif bagi pemulihan ekonomi di seluruh dunia. ”Ada beberapa berita positif disampaikan, salah satunya efektivitas Vaksin Pfizer yang membawa sentimen positif ke seluruh dunia,” ujar Ani, sapaan akrabnya. Vaksin Pfizer serupa dengan vaksin Moderna yang menggunakan teknologi vaksin m-RNA. Vaksin jenis ini menggunakan materi genetik virus untuk disuntikkan ke tubuh manusia agar bereaksi membentuk antibodi. Pengembangan vaksin dengan metode ini tergolong baru. Sebelum ini belum ada vaksin yang dikembangkan dengan metode serupa yang mendapat persetujuan dari regulator.

Baru Satu Arah

Ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo menyebut klaim kemanjuran Vaksin Pfizer dan BioNTech harus dikritisi, sebab hingga saat ini artikel ilmiah tentang hasil uji klinis vaksin tersebut belum ada. ”Hingga sekarang belum ada artikel ilmiah, baru informasi satu arah dari perusahaan,” tuturnya.

Menurut dia, ada enam hal yang perlu dikritisi. Pertama, data yang digunakan untuk menelurkan klaim 90 persen efektif itu bukan data final. Tapi, klaim itu dibuat berdasarkan hasil analisis interim (interim analysis). Analisis interim dilakukan ketika pengumpulan data belum selesai dilakukan.

Analisis ini perlu dilakukan sebagai pedoman pengambilan keputusan dalam sebuah uji klinis vaksin bagi regulator dan sponsor. Kedua, desain uji klinis tahap III Vaksin Pfizer dan BioNTech tidak dirancang untuk mencegah penularan. Karena itu, tetap ada potensi tertular virus Covid-19 sekalipun sudah disuntik. Ketiga, pengujian tidak dilakukan untuk mengukur apakah vaksin itu bisa mencegah kematian. Sebab, persentase kematian Covid-19 pada angka 1-2 persen membuat pengujian harus merekrut sukarelawan lebih banyak dan menelan biaya yang lebih besar. Menurut Ahmad, Pfizer sudah melakukan uji klinis tahap III terhadap 43 ribu sukarelawan sejak Juli lalu. Dari pengujian itu, ditemukan 94 orang tertular virus korona. Namun, masih belum jelas berapa orang dari 94 orang tersebut yang berasal dari kelompok yang diberi suntikan vaksin dan plasebo. ”Idealnya, dari 94 yang kena Covid-19, yang dari kelompok vaksin kurang dari 9 (yang tertular), ini baru terbukti efektif.” Keempat, vaksin itu belum diketahui efektif untuk kelompok umur yang mana. Rentang umur sukarelawan pengujian 18-80 tahun. Namun, perlu dipertanyakan klaim 90 persen efektif itu pada kelompok yang mana. Kelima, Ahmad mengingatkan bahwa kehadiran vaksin tersebut bukan panasea atau obat yang menyelesaikan segalanya. ”Ini adalah salah satu upaya. Kita harus tetap ikuti protokol kesehatan agar bisa keluar dari pandemi bersama-sama,” jelasnya.

Produksi vaksin itu terbatas, tidak bisa serentak dibuat untuk semua orang. Menurut Ahmad, kapasitas produksi Vaksin Pfizer dalam setahun sekitar 50 juta dosis. ”Sementara di seluruh dunia ada 3-4 miliar manusia,” ujarnya. Keenam, Vaksin Pfizer-BioNTech harus ditempatkan pada suhu -80 derajat Celcius. Ini mungkin jadi tantangan berat di Indonesia. Ahmad mencontohkan, suhu kulkas saja hanya -4 derajat. Karena itu, jika vaksin ini akan digunakan di Indonesia, maka penyimpanan dan distribusinya akan menjadi hal yang krusial. (cnn-19)

Editor: Teguh Wirawan

Tags

Terkini

Puisi Rock - Berbeda

Rabu, 29 Maret 2023 | 22:52 WIB
X