Wacana Hadirkan Kembali Utusan Golongan Sebagai Anggota MPR, Bamsoet: Perlu Dielaborasi Kembali

- Rabu, 20 Oktober 2021 | 06:15 WIB
Focus Group Discussion 'MPR Sebagai Lembaga Perwakilan Inklusif' di Press Room MPR RI, Jakarta, Senin, 18 Oktober 2021. (suaramerdeka.com / dok)
Focus Group Discussion 'MPR Sebagai Lembaga Perwakilan Inklusif' di Press Room MPR RI, Jakarta, Senin, 18 Oktober 2021. (suaramerdeka.com / dok)

JAKARTA, suaramerdeka.com - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengungkapkan, sebelum amandemen keempat, keanggotaan MPR RI terdiri dari anggota DPR, Utusan Daerah, dan Utusan Golongan.

Setelah amandemen keempat, keanggotaan MPR RI hanya terdiri dari anggota DPR RI sebagai representasi partai politik, dan anggota DPD RI sebagai representasi kepentingan daerah, serta Utusan Golongan dihapuskan.

Kini banyak pihak, seperti yang pernah disampaikan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Pengurus Pusat Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-gereja Indonesia.

Kemudian, Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia serta berbagai organisasi kemasyarakatan lainnya, melihat bahwa unsur Utusan Golongan sangat penting untuk dihidupkan kembali dalam keanggotaan MPR RI.

Baca Juga: Dipanggil DPP Tak Buat Mbogo Gentar, Makin Gencar Dukung Ganjar

"Wacana menghadirkan kembali Utusan Golongan sebagai anggota MPR RI, merupakan wacana menarik yang perlu dielaborasi lebih jauh. Ruang dialektikanya harus dibuka lebar, tidak boleh ditutup apalagi buru-buru ditangkal. Baik yang pro maupun kontra bisa menyampaikan argumentasinya," ungkap Bambang Soesatyo.

Ketua DPR RI Ke-20 ini menerangkan, banyak pihak berpendapat, kehadiran Utusan Golongan akan menjadikan MPR RI sebagai lembaga perwakilan yang inklusif, yang mengikutsertakan seluruh unsur dalam masyarakat Indonesia yang plural.

Kehadiran Utusan Golongan juga membuat kepentingan masyarakat yang tidak terwakili oleh partai politik dan daerah, bisa terakomodasi.

Termasuk golongan yang karena aturan undang-undang, hak pilih dan/atau hak dipilihnya ditiadakan.

"Sebagaimana pernah disampaikan pakar kebangsaan Yudi Latif dalam salah satu seri FGD yang diselenggarakan MPR RI bersama Aliansi Kebangsaan, bahwa keberadaan Utusan Golongan berangkat dari prinsip keadilan multikulturalisme yang mengakui adanya perbedaan-perbedaan golongan dalam masyarakat."

"Perbedaan golongan ini bisa dijelaskan dengan fakta bahwa setiap warga negara, bahkan jika dipandang sebagai subjek hukum, bukanlah individu-individu abstrak yang tercerabut dari akar-akar sosialnya."

"Dalam kaitannya dengan akar sosial tersebut, pemenuhan hak individu bisa terkait dengan keadaan golongannya," pungkas Bamsoet.

Editor: Andika Primasiwi

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X