JAKARTA, suaramerdeka.com - Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menuturkan, sistem komunikasi yang mendukung penyebarluasan informasi, juga masih cukup rentan dan sangat mahal.
Dicontohkan, saat terjadi gempabumi di Palu tahun 2018 lalu, sistem komunikasi lumpuh total akibat robohnya BTS karena gempa.
Alhasil, informasi Peringatan Dini tidak dapat tersebar ke masyarakat di daerah terdampak, termasuk data monitoring muka laut di daerah terdampak tidak dapat terkirim/terbaca.
Padahal data tersebut sangat diperlukan dalam monitoring dan verifikasi/konfirmasi Peringatan Dini.
Baca Juga: Peraturan Pelabelan Kemasan Pangan Bisa Matikan Industri Pangan Indonesia
Penyebaran informasi dari BMKG ke Pemerintah Daerah juga diback-up dengan jaringan komunikasi satelit.
Namun, kata Dwikorita, cara tersebut memakan biaya yang cukup mahal karena masih terkena tarif komersil. Menurut Dwikorita, Idealnya diperlukan sistem satelit khusus untuk mitigasi/pencegahan bencana yang bebas tarif.
"Saat ini kami masih berupaya untuk mewujudkan hal tersebut, dengan terus menjalin komunikasi dan berkoordinasi dengan Kementerian Kominfo," terangnya.
Kendala lain yang dihadapi adalah banyaknya sirine peringatan dini tsunami yang mati total alias tidak berfungsi. Selain karena faktor usia, tidak berfungsinya sirine tersebut akibat Pemerintah Daerah kesulitan anggaran untuk melakukan pemeliharaan yang memadai.
Baca Juga: Festival Musikalisasi Puisi Jawa Tengah: SMA Negeri 4 Surakarta Jadi Penampil Terbaik I
“Yang tidak berfungsi jumlahnya mencapai puluhan lebih. Usianya juga sudah lebih dari 10 tahun, dan memang seharusnya udah diganti, sudah dilaporkan ke BNPB dan Kementerian Dalam Negeri/ Pemerintah Daerah, ujarnya untuk penggantian lanjut.
Dwikorita mengatakan, sirine tsunami dibangun dengan harga yang cukup mahal oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang kemudian dihibahkan kepada pemerintah daerah untuk dioperasikan dan dipelihara.
BMKG sendiri telah memasang sebanyak 52 sirine sepanjang 2008 - 2015. Dari jumlah itu, 6 sirene telah dihibahkan ke Pemprov Sumbar dan 9 sirene ke Pemprov Bali.
Dwikorita menjelaskan, keberadaan sirine pada awalnya memang sangat penting, karena merupakan salah satu cara mitigasi tsunami, selain Peta Bahaya Tsunami, Peta Evakuasi serta sarana prasarana evakuasi seperti jalur evakuasi, rambu evakuasi, dan shelter tempat pengungsian.
Baca Juga: Gerakkan Roda Perekonomian, Pemkab Banyumas Usulkan Desa Wisata Bisa Dibuka
Artikel Terkait
Peringatan BMKG: Waspada Cuaca Ekstrem di Beberapa Wilayah Indonesia hingga 20 Agustus
BMKG Minta Informasi Iklim Tak Diabaikan, Upaya Tingkatkan keselamatan Transportasi
BMKG Imbau Masyarakat Waspadai Potensi Cuaca Ekstrem di Sejumlah Wilayah
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Cuaca di Jateng, Daerah Ini Berpotensi Hujan Sedang-Lebat
BMKG Sempurnakan Sistem Peringatan Dini, Dwikorita: Antisipasi Tsunami Nontektonik Terulang