Koes Plus (4 - Habis), Akhirnya Tinggal Nama

- Minggu, 26 April 2020 | 12:00 WIB
Koes Plus (istimewa)
Koes Plus (istimewa)

MINGGU lalu telah dibahas Koes Plus menjadi kiblat bagi dunia musik pop Indonesia di awal 1970-an. Bahkan pada tahun 1970-1976 bisa dikatakan sebagai tahun kejayaan Koes Plus.

Baca juga: Koes Plus (1), Optimisme Tony Koeswoyo di Masa Berat

Koes Plus (2), Eskpresi Total dengan Karya Sendiri

Koes Plus (3), Merambah All Genre

Akan tetapi masa kejayaan Koes Plus itu ada batasnya. Setelah melewati tahun 1976, dunia musik pop Indonesia perlahan menikmati sajian musik pop baru dan belum pernah ada sebelumnya. Era musik Koes Plus dan seangkatannya dalam waktu dekat akan dilibas dengan hadirnya pola musik baru.

Kehadiran Badai band yang digawangi para musisi di lingkungan Pegangsaan melalui album monumental Badai Pasti Berlalu di 1977 menjadi momentum revolusi musik pop Indonesia saat itu. Lagu-lagu dengan menggunakan kord-kord yang lebih rumit pun gaya khas Badai band pun bermunculan, dan itu diikuti pola musik pada ajang Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors (LCLR).

Pada saat itu pula, terjadi reuni Koes Bersaudara dengan bergabungnya Nomo Koeswoyo dan sempat merilis beberapa album. Tetapi tak lama kemudian Koes Plus aktif kembali yang kadang berselingan dengan reuni Koes Bersaudara.

Koes Plus sendiri masih tetap eksis merilis deretan album-albumnya yang telah ditunggu para penggemarnya. Gaya musiknya pun dipertahankan sampai memasuki tahun 1980-an.

Akan tetapi tak selamanya Koes Plus terpengaruh gaya musik The Beatles, BeeGees, The Rolling Stones, mereka juga terpengaruh dahsyatnya musik ska ala The Police. Coba simak lagu "Da Da Da" yang terambil dari album Palapa (1983).

Sedangkan The Police sendiri diduga juga mengadopsi gaya musik Koes Plus, terutama pada lagu "Nusantara I" (1972), dan diinterpretasikan pada musik lagu "Man Suitcase" di album Zenyatta Mondata (1980). Lantas benarkah Sting dan kawan-kawan di The Police meniru musik Koes Plus? Jawabannya masih misteri.

Berbeda dengan Mick Jagger yang mengaku terus terang kepada pengusaha dan musisi terkenal, Setiawan Jodi, bahwa dirinya telah mengadopsi sebagian notasi nada dari lagu "Hidup yang Sunyi" milik Koes Plus untuk lagu "Party Dool" di album Primitive Cool. Nggak heran jika lagu berirama slow blues itu mampu memantik perhatian penikmat musik di Indonesia pada 1988 menjelang kedatangan Mick Jagger untuk menggelar konsernya di Jakarta.

Jagger mendengar lagu "Hidup yang Sunyi" kali pertama tahun 1972 saat berlibur di Bali bersama istrinya, Bianca. Saat itulah sang vokalis The Rolling Stones tertarik dan secara kebetulan Yon mengetahui hal itu serta tidak marah. Justru bangga, lagunya bisa memberi influence bagi band sekelas The Rolling Stones.

-
Koes Plus bersama Damon (duduk tengah). (istimewa)

Ketika Koes Plus tengah menikmati sisa-sisa kemasyurannya, pada tahun 1987, Tony Koeswoyo meninggal dunia karena kanker usus yang telah lama dideritanya. Kepergian Tony, menyisakan trio Koes Plus hingga tahun 1992. Pada era trio ini, Koes Plus masih tetap rajin merilis album-albumnya, yaitu pop melayu dan pop Jawa.

Baru pada tahun 1992, setelah mendapat penghargaan BASF Legend, Koes Plus bangkit lagi dengan masuknya Abadi Soesman sebagai pemain kibor dan gitar. Saat Murry absent, posisinya digantikan Jelly Tobing sehingga disebut sebagai Koes Plus JAB (Jelly Tobing - Abadi Soesman).

Halaman:

Editor: Rosikhan

Tags

Terkini

Kabar Duka, Musisi Nomo Koeswoyo Meninggal Dunia

Kamis, 16 Maret 2023 | 02:11 WIB
X