MINGGU lalu telah diceritakan sejarah terbentuknya Koes Plus dari keluarnya Nomo Koeswoyo disusul Yok Koeswoyo. Lantaran masuknya Totok AR pada bas, dan Murry pada drum, maka nama Koes Bersaudara diubah menjadi Koes Plus. Sampai akhirnya Koes Plus merilis debut albumnya di tahun 1969 dengan judul Deg Deg Plas. Akan tetapi pada awalnya album tersebut ditolak sejumlah toko rekaman musik, lantaran musiknya dianggap aneh.
Baca juga: Koes Plus (1), Optimisme Tony Koeswoyo di Masa Berat
Koes Plus (3), Merambah All Genre
Koes Plus (4 - Habis), Akhirnya Tinggal Nama
Setelah Tony Koeswoyo mengajak pulang Murry kembali ke Jakarta, lantaran Koes Plus mulai banyak dibicarakan, maka saat itulah Koes Plus memulai menapaki dunia musik pop Indonesia dengan serius. Sesungguhnya sejak di album pertama, mereka sudah cukup serius menggeluti musik pop Indonesia. Termasuk menyajikan gaya musik pop yang berbeda dengan gaya musik Koes Bersaudara.
Dulu Koes Bersaudara bisa berkarya sampai merilis album-albumnya dari 1963-1968. Namun pada rentang 1963-1965, kebebasan berekspresi mereka dalam berkarya seakan dibatasi dan dikengkang oleh rezim penguasa saat itu. Perlu diketahui, Bung Karno sebagai Presiden RI saat itu sangat menentang musik manca yang ngak ngik ngok macam The Beatles, lantaran dianggap sebagai budaya kapitalis.
Koes Bersaudara saat itu selain menyajikan lagu-lagu dengan nuansa khas Everly Brothers atau Callin Twins jelas ketakutan. Walau lirik lagu yang mereka hasilkan berbahasa Indonesia. Akan tetapi kebosanan mereka pada budaya yang terkengkang pada akhirnya pada klimaksnya. Mereka nekat tampil membawakan lagu-lagu The Beatles dalam sebuah pesta di tahun 1965 yang berujung esoknya mereka dicokok aparat dan dijebloskan ke rumah tahanan Glodok sampai 29 September 1965.
Selama masa dalam tahanan itu, ekspresi seni dalam diri Tony meledak. Dia begitu produktif menulis deretan lagu-lagu untuk album Koes Bersaudara macam "Voorman", "Balada Kamar 15", dan lain-lain. Ketika rezim orde lama mulai berakhir, Koes Bersaudara agak sedikit lega dengan menyuguhkan album dalam gaya psychedelick rock ala The Beatles, To the So Called Guilities (1968).
Sayangnya, kebersamaan Koes Bersaudara harus berakhir ketika Nomo dan Yok memutuskan hengkang di 1969. Ketika telah menjadi Koes Plus melalui album Deg Deg Plas, lagi-lagi Tony Koeswoyo menuangkan ekspresi totalnya melalui karya-karyanya sendiri. Pengaruh The Beatles, The Rolling Stones, hingga BeeGees sangat terasa di debut album pertama ini.

Lagu "Cintamu Tlah Berlalu" yang belakangan dicover version oleh Kembar Grup di 1990 dan Chrisye di 1992, justru terdengar agak psychedelick soundnya. Permainan organ Tony pada lagu ini yang memainkan chord-chord pada lagu kalem itu mengiringi vokal Yon, menambah nuansa nglangut. Sepintas notasi nada-nada tersebut, terutama di bagian reffrain ada pengaruh dari notasi nada lagu "Fool on The Hill" nya The Beatles di album Magical Mistery Tour (1967).
Sementara pengaruh BeeGees terasa sekali pada lagu "Kembali ke Jakarta". Vokal Yon yang bervibrasi mencoba mengingatkan vibrasi vokal Barry Gibb atau Robin Gibb pada lagu "Massachusetts" nya BeeGees (1968). Bahkan ketukan drum pada musik lagu "Kembali ke Jakarta" sama-sama berbirama 4/4 mid tempo dengan ketukan drum lagu "Massachusetts".
Percaya Diri
Koes Plus semakin percaya diri melintasi musik pop Indonesia. Seakan tanpa saingan. Padahal saat itu mulai bermunculan band-band anak muda baru, dan sebagian telah merilis album-albumnya. Sebut saja macam Panjaitan Bersaudara (Panbers), The Mercys, AKA, Rollies, dan lain-lain.
Munculnya sejumlah grup band baru yang merilis album, dianggap Koes Plus bukan sebagai pesaing. Seperti yang pernah diakui Benny Panjaitan (alm) personel Panbers saat diwawancarai salah satu media cetak di tahun 1990-an, bahwa sebelum Panbers merilis album, mereka sempat tampil di sebuah pesta anak muda dan kebetulan saat itu juga ada Koes Plus. Tony Koeswoyo, kata Benny, justru mensupport Panbers untuk segera merilis albumnya. "Yo wis, ndang digawe album e (ya sudah, segera dibuat albumnya)," kata Benny, menirukan ucapan Tony Koeswoyo dalam bahasa Jawa.