Koes Plus (1), Optimisme Tony Koeswoyo di Masa Berat

- Minggu, 5 April 2020 | 12:00 WIB
Koes Plus formasi I, atas searah jarum jam: Tony Koeswoyo, Murry, Totok AR, dan Yon Koeswoyo. (istimewa)
Koes Plus formasi I, atas searah jarum jam: Tony Koeswoyo, Murry, Totok AR, dan Yon Koeswoyo. (istimewa)

MEMBICARAKAN Koes Plus seakan tiada habisnya. Band pop legendaris yang digawangi Tony Koeswoyo (vokal/gitar/organ), Yok Koeswoyo (bas/vokal), Yon Koeswoyo (vokal/gitar), dan Murry (drum) seakan tak pernah mati. Walau sesungguhnya tiga personelnya: Tony, Yon, dan Murry telah lama tiada.

Baca juga: Koes Plus (2), Eskpresi Total dengan Karya Sendiri

Koes Plus (3), Merambah All Genre

Koes Plus (4 - Habis), Akhirnya Tinggal Nama

Banyak yang menyebut Koes Plus sebagai The Beatles nya Indonesia, walau tak sepenunya benar. Sebab bukan cuma band asal Liverpool yang memberi pengaruh bagi mereka. Tetapi juga grup band lainnya macam BeeGees yang kemudian memberi julukan pada Koes Plus sebagai BeeGees Jawa, lantaran cengkok vokal mereka yang njawani. Selain itu Everly Brothers untuk harmonisasi vokalnya. Bahkan trio rock asal Inggris, The Police sempat memberi pengaruh bagi Koes Plus misalnya pada lagu "Da Da Da" (1983).

Perjalanan sejarah Koes Plus berawal ketika Nomo Koeswoyo, sang drummer Koes Bersaudara, memilih mundur dari grup Koes Bersaudara di tahun 1969. Mundurnya Nomo yang juga dikenal sebagai ayah kandung dari penyanyi anak-anak Chicha dan Helen Koeswoyo ini, diawali dengan perang dingin antara Nomo dengan Tony. Sang kakak, Tony menginginkan para personel Koes Bersaudara untuk total bermusik. Namun Nomo justru sebaliknya. Dia memilih kerja sambilan di luar Koes Bersaudara karena tuntutan ekonomi.

Setelah diberi opsi memilih musik atau keluar dari grup, Nomo memilih keluar. Hal itu membuat sang adik, Yok protes dan pencabik bas ini juga memilih mundur dari Koes Bersaudara. Tinggalah Koes Bersaudara dua orang punggawa, Tony dan Yon. Tony kemudian mendapatkan seorang pencabik bas, Totok AR, dan seorang drummer, Murry.

Lantaran Totok AR dan Murry bukan berasal dari keluarga Koeswoyo, maka otomatis nama Koes Bersaudara tidak bisa dipertahankan. Suatu ketika, saat Tony dan Murry jalan-jalan di kota Jakarta, mereka berdua melihat billboard bertuliskan APC Plus. Kata "plus" pada billboard itu memberi inspirasi mereka untuk nama grup, sehingga namanya menjadi Koes Plus.

Awalnya perjalanan karir Koes Plus juga cukup berat. Menurut Murry, saat ngobrol dengan para jurnalis di Hotel Dafam Semarang, akhir Mei 2011, bahwa ketika rekaman album berlangsung, Tony dan Murry sempat kelaparan di tengah jalan. Mereka berdua yang naik angkot, kemudian turun di sebuah warung gado-gado. "Sembari menyantap gado-gado, Mas Tony sempat ngomong: kita sebentar lagi akan menjadi besar. Saya mikir sambil nahan tawa, mosok hanya dengan makan lontong gado-gado bisa menjadi besar?" kenang Murry, yang disambut tawa para wartawan.

-
Desain sampul album pertama Koes Plus - Deg Deg Plas (1969) dinilai cukup berani. (istimewa)

"Namun apa yang disampaikan Mas Tony selanjutnya memang jadi kenyataan," tambahnya.

Setelah rekaman album pertama, Deg Deg Plas tuntas di tahun 1969, dan piringan hitam mereka sempat ditolak toko rekaman saat itu. Konsep musik Koes Plus yang berbeda dengan Koes Bersaudara, membuat pengelola toko-toko rekaman musik banyak yang menolak rekaman album debut itu.

Sebagai contoh lagu "Kelelawar" yang musiknya terpengaruh musik lagu "Jumping Jack Flash" nya The Rolling Stones (1968) terutama rif-rif gitar Tony, dianggap belum terlalu mainstream bagi telinga penikmat musik di Indonesia saat itu. Wajar saja, karena saat itu Indonesia sempat cukup lama dilarang keras mendengarkan musik lagu manca oleh rezim orde lama di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, lantaran dicap musik kapitalis. Saat orde baru memulai pemerintahannya di tahun 1967, perlahan musik barat mulai masuk. Namun tidak semua orang bisa menikmati musik barat. Sehingga saat itu banyak yang belum mengenal The Beatles, The Rolling Stones, atau BeeGees.

Lantaran album pertama Koes Plus yang ditolak pengelola toko rekaman musik, Murry memilih mudik ke kampung halamannya di Jember sembari membagi-bagikan piringan hitam Koes Plus ke teman-temannya. Di Jawa Timur, Murry sempat ngeband bareng Gombloh. "Saya ngeband bareng Gombloh dibayar sembako," kenang Murry.

Tiba-tiba pada suatu hari, Tony menyambangi rumah Murry dan mengajaknya pulang ke Jakarta. Karena saat itu Koes Plus mulai dibicarakan dan otomatis akan banyak jadwal manggung serta rekaman. Murry dan Tony lalu menumpang KA malam menuju Jakarta.

Halaman:

Editor: Nugroho

Tags

Terkini

Kabar Duka, Musisi Nomo Koeswoyo Meninggal Dunia

Kamis, 16 Maret 2023 | 02:11 WIB
X