Perilaku Buruk, 90% Anak Derita Gigi Berlubang

- Jumat, 20 November 2020 | 22:22 WIB
Pakar kesehatan gigi anak, drg Laelia Dwi Anggraini Sp KGA saat menyampaikan kegiatan BKGN di RSGM UMY.(Foto: Agung PW)
Pakar kesehatan gigi anak, drg Laelia Dwi Anggraini Sp KGA saat menyampaikan kegiatan BKGN di RSGM UMY.(Foto: Agung PW)

YOGYAKARTA, suaramerdeka.com - Gigi berlubang masih menjadi masalah utama kesehatan gigi anak.  Sebanyak 90 persen anak-anak Indonesia menderita karies atau gigi berlobang. Hanya satu di antara 10 anak yang giginya bebas karies.

''Sangat susah menemukan anak-anak yang bebas karies. Persoalan ini terus terjadi meskipun dari kalangan dokter gigi telah melakukan edukasi pentingnya menjaga kesehatan gigi,'' tandas pakar gigi anak RSGM Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, drg Laelia Dwi Anggraini Sp KGA.

Ia mengungkapkan itu di sela-sela Bulan Kesehatan Gigi Nasional di rumah sakit khusus gigi tersebut. Sebagian besar kegiatan berlangsung secara daring karena pandemi Covid-19 seperti webinar, konsultasi gigi, dialog kesehatan gigi. Ada pula sedikit kegiatan lapangan yakni pemberian bantuan peralatan untuk menjaga kesehatan gigi anak di sejumlah sekolah di Kota Yogyakarta.

Laelia menjelaskan karies gigi terjadi akibat kurangnya perawatan gigi serta perilaku buruk dalam perawatan gigi. Ia menyebutkan salah satu perilaku buruk yakni tidak berkumur atau memggosok gigi setelah menyantap makanan manis.

Menurutnya boleh saja makan makanan manis atau minuman tetapi setelah itu harus langsung membersihkan mulut dengan berkumur atau lebih baik lagi menggosok gigi. Orang Tua Ia menegaskan peran orang tua sangat berpengaruh supaya karies gigi anak dapat dikurangi. Selama ini ia melihat banyak orang tua ala kadarnya merawat kesehatan gigi anak. Mereka hanya tahu anaknya sudah menggosok gigi namun belum mengetahui perilaku lain yang dapat mengakibatkan kerusakan gigi.

''Karies gigi tak hanya terjadi di Indonesia tapi juga negara-negara lain. Banyak negara yang telah melakukan strategi untuk menekan angka karies gigi,'' imbuh drg Wustha Farani MDSc Sp KGA.

Ia menambahkan kegiatan BKGN menggandeng penderita bisu tuli. Kampus menyediakan penerjemah bahasa isyarat agar mereka mampu mencerna kegiatan yang berlangsung secara daring terutama ketika webinar dan konsultasi online. Lima tahun terakhir ini UMY melibatkan SLB dalam kegiatan BKGN tapi kali ini tidak secara offline karena masih pandemi.

Editor: Achmad Rifki

Tags

Terkini

X