SEMARANG, suaramerdeka.com - Pesisir Pantai Utara Jawa Tengah atau Pantura Jateng menjadi kawasan yang rawan bencana ketika memasuki cuaca ekstrem.
Bahkan bencana hidrometeorologi seperti rob dan banjir menjadi fenomena yang hampir selalu terjadi di kawasan pesisir.
Pekalongan, Semarang dan Demak menjadi daerah langganan banjir rob. Seperti pada akhir tahun 2022 lalu, di mana cuaca ekstrem disertai hujan lebat dan gelombang tinggi membuat ketiga daerah itu terkena rob.
Baca Juga: Fenomena Bulan Purnama Segera Tiba, Waspada Banjir Rob di Jakarta dan Deretan Wilayah Ini
Wakil Ketua DPRD Provinsi Jateng Heri Pudyatmoko menilai bahwa bencana di wilayah pesisir Pekalongan, Semarang, dan Demak bukanlah persoalan alam semata.
Melainkan penataan ruang di wilayah tersebut turut memicu kerawanan bencana ketika memasuki cuaca ekstrem.
"Penataan ruang dalam praktiknya jangan sembarangan, harus benar-benar memperhatikan kondisi dan fungsi kawasan. Jika diabaikan ini dapat memperparah kerusakan lingkungan dan memicu terjadinya bencana. Jadi daerah resapan dan tangkapan air itu harus ada," ucapnya, Sabtu 28 Januari 2023.
BanirBaca Juga: Bantu Warga Demak Terdampak Banjir Rob, Aruna melalui Yayasan Maritim Salurkan Donasi
Bencana banjir dan rob yang seringkali terjadi di ibu kota Provinsi Jawa Tengah ini juga dipicu salah satunya oleh penataan ruang yang mengubah fungsi lahan.
Misalnya, wilayah Semarang bagian atas yang menjadi zona penyangga telah mengalami perubahan fungsi menjadi kawasan permukiman, pusat pendidikan, dan kawasan industri.
Hal ini membuat daerah resapan air berkurang sehingga ketika hujan, air akan tumpah ke hulu.
Baca Juga: Venna Melinda Beberkan Kapan Mulai Alami KDRT, Kini Akui Parno Sampai Badan Susut Sampai 5 Kilogram
Di sisi lain, wilayah Semarang bawah, khususnya kawasan pesisir yang juga mengalami kerusakan ekosistem akibat alih fungsi kawasan.
Wilayah pesisir yang dulunya banyak dipenuhi budidaya tanaman mangrove kini berubah menjadi permukiman padat penduduk dan aktivitas industri.
"Karena banyaknya aktivitas baik permukiman maupun industri itu nanti ujung-ujungnya mengambil air dari tanah. Ini yang memicu penurunan muka tanah di Kota Semarang tinggi, bahkan berdasarkan riset bisa sampai 10 cm setiap tahunnya," tutur politikus Partai Gerindra tersebut.
Artikel Terkait
Pengurus Badko LPQ Kelurahan se-Ngaliyan Dikukuhkan, Membina Para Santri dan Anak Menjadi Generasi Berakhlak
Misteri Tabrak Lari Selvi Amelia Nuraini, Sopir Audi A8 yang Dituduh Penabrak Versi Polisi: Tidak Benar...
Miris Kondisi Bunda Corla Saat Awal Viral, Ivan Gunawan: Dia Nggak Dapat Apa-apa, Nggak Punya Apa-apa
Hakim Diminta Tolak Pledoi Ferdy Sambo, Alasan JPU: Tidak Miliki Dasar Yuridis yang Kuat
Presiden RI Soroti Kasus Viral Bayi Diberi Kopi Sachet, Jokowi: Jangan Beri Anak Asupan Yang Tidak Semestinya