SEMARANG, suaramerdeka.com - Upaya menstabilkan harga beras di pasaran terus dilakukan oleh Perum Bulog Wilayah Jawa Tengah.
Harga beras medium di pasar tradisional ada di kisaran Rp11 ribu hingga Rp12 ribu per kilogram.
Langkah masif Perum Bulog Jateng di awal tahun 2023 ini sudah menyalurkan setidaknya hampir 9.000 ton dengan berbagai saluran penjualan melalui pengecer, distributor atau mitra Bulog.
Pimpinan Wilayah Perum Bulog Jateng Akhmad Kholison mengungkapkan, keberadaan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) bisa memengaruhi harga beras medium lainnya di pasaran yang relatif masih tinggi.
''Kita upayakan dengan gelontoran beras SPHP yang masif di seluruh pasar di Jawa Tengah minimal lima titik pengecer. Di Peterongan ini hampir 20 titik dan sudah dikirim 500 ton,'' kata Akhmad di sela monitoring, Kamis (19/1).
Dengan harga maksimal HET Rp9.450 per kilogram, beras medium Bulog ini dijual maksimal Rp47.250 dalam kemasan lima kilogram.
Kegiatan droping beras medium Bulog ini akan terus dilakukan sepanjang ada permintaan dari masyarakat. Saat ini, stok beras di Bulog Jateng ada sekitar 15 ribu ton dan cukup hingga pertengahan Februari 2023.
"Begitu ada kenaikan harga dan indikasinya sudah di atas HET, pasti kita akan langsung turun ke lapangan," jelasnya.
Salah satu pedagang di Pasar Peterongan, Ninik (59) mengaku tren kenaikan harga beras sudah dimulai di akhir tahun kemungkinan karena musim penghujan dan belum memasuki masa panen.
''Seperti beras stroberi ini saja sudah Rp12 ribu per kilogram, rata-rata sudah mulai naik dari Rp11 ribuan tapi ini beras Bulog medium nasinya juga enak tenan tidak kalah dengan yang lainnya,'' kata Ninik.
Artikel Terkait
Bulog Jateng Pastikan Stok Beras, Gula dan Minyak Goreng Aman untuk Kebutuhan di Natal dan Tahun Baru
Serapan Beras Bulog Jateng Tahun Ini Hanya Bisa 56 Persen dari Target, Ternyata Ini Kendalanya
Wow! Harga Beras Premium di Jawa Tengah Turun, Namun Harga Beras Medium Tetap, Ini Uraiannya
Presiden Jokowi Ingatkan Bulog untuk Mengendalikan Harga Beras di 79 Daerah, Pakar: Selalu Jadi Polemik