SEMARANG, suaramerdeka.com - Media massa menjadi pembentuk opini publik efektif di masyarakat dalam isu terorisme.
Karena itu, media massa, apapun platformnya, berperan menjaga kepentingan publik dari berita terorisme.
Jangan sampai pemberitaan justru membuat publik ketakutan. Seperti halnya dalam kasus bom Thamrin 14 Januari 2016 di Jakarta.
Seruan itu mengemuka dalam workshop Peran Pers Dalam Pencegahan Paham Radikalisme dan terorisme untuk Mewujudkan Indonesia Harmoni, Sabtu, 17 Desember 2022 di Semarang.
workshop diinisiasi oleh Dewan Pers bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan terorisme (BNPT).
Anggota Dewan Pers Yadi Hendriana menegaskan wartawan memiliki panduan dalam memberitakan terorisme.
"Pegangan tercantum dalam Undang-Undang No 40/1999 tentang Pers, serta Pedoman Peliputan terorisme," ungkapnya.
Publikasi luas di berbagai saluran media yang keluar dari rel jurnalistik, lanjutnya, mengakibatkan kekalutan.
Dalam kasus bom Thmarin, ia mencontohkan, hampir separuh Jakarta dicekam ketakutan.
"Pertokoan tutup lebih cepat, orang-orang perkantoran dipulangkan lebih awal. Isu terjadi ancaman ledakan di berbagai tempat dan membuat ngeri," tegasnya.
Ia mengharapkan pedoman pemberitaan dan liputan dalam payung regulasi pers menjadi rujukan.
Anggota Dewan Pers Totok Suryanto menambahkan peliputan kasus terorisme jangan sampai mengedepankan kecepatan.
Artikel Terkait
Alyssa Soebandono Kurus Gegara KDRT?
Awas Dibohongi, Cukup Ketik NIK KTP di Web ini, Bisa Dapat Set Top Box Gratis, Gak Perlu Beli dan Bayar Ongkir
Terbongkar! Penyebab Alyssa Soebandono terlihat Kurus, Bukan Karena Cerai dengan Dude Herlino Maupun KDRT
Terima Kasih Kominfo! Sudah Berikan Set Top Box Gratis, Cukup Memasukan NIK e-KTP ataupun Whatsapp Nomor ini
Anti Ribet, 4 Langkah Mudah Tangkap Sinyal TV Digital , Channel Tambah Banyak, Penonton Jingkrak-jingkrak