Satpol PP DIY Usulkan Perda tentang Protokol Kesehatan

- Jumat, 9 Juli 2021 | 13:54 WIB
Satpol PP menggunakan alat berat untuk merobohkan bangunan di masa PPKM Darurat ini. (SM/Dok)
Satpol PP menggunakan alat berat untuk merobohkan bangunan di masa PPKM Darurat ini. (SM/Dok)



YOGYAKARTA, suaramerdeka.com - Selama masa PPKM Darurat, Satpol PP DIY di-backup aparat TNI/Polri sudah rutin melakukan kegiatan operasi tiga kali dalam sehari. Namun begitu masih saja ditemui pelanggaran di lapangan.

Setiap hari, rata-rata ada 150 pengaduan yang masuk. "Dengan jadwal operasi yang sama di masa PPKM Mikro, paling banyak hanya terjaring 100 pelanggaran. Tapi sekarang bisa hampir dua kali lipat," kata Kepala Satpol PP DIY Noviar Rahmad, Jumat (9/7).

Menurutnya, faktor sanksi memberikan pengaruh besar terhadap kesadaran masyarakat. Selama ini, sanksi yang diberikan masih bersifat administratif mengacu Peraturan Gubernur Nomer 24 Tahun 2021.

Baca Juga: Kerap Ditawari Narkoba, Akui Tak Takut Terjerumus, Nia Ramadhani: Tergantung Iman dan Didikan Orang tua

Untuk pelanggaran yang dilakukan individu, sanksinya hanya teguran, pembinaan atau kerja sosial. Sedangkan pelanggaran oleh pelaku usaha, sanksinya berupa teguran, penyegelan atau penutupan paksa. Semua upaya itu telah dilakukan namun angka pelanggaran tetap tinggi.

Sementara itu untuk penerapan sanksi denda, pihaknya belum bisa melakukan karena tidak ada Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur hal tersebut.

"Kami sudah mendesak DPRD agar segera membuat Perda tentang protokol kesehatan. Sehingga jika ada tindak pidana bisa dibawa ke ranah yustisi baik tipiring maupun peradilan singkat," ungkapnya.

Meskipun terdapat aturan di dalam UU Karantina Kesehatan, dan KUHP yang menyangkut pasal perlawanan terhadap petugas. Tapi syarat diberlakukan undang-undang itu, Pemda terlebih dulu harus mengambil kebijakan PSBB.

Baca Juga: PPKM Darurat, Stasiun Purwokerto Layani Vaksinasi Gratis Penumpang KA Jarak Jauh

Kesulitan lain yang dihadapi ketika menggunakan jalur peradilan biasa adalah persoalan waktu. Sebab, pemrosesan hukumnya memakan waktu lama. Mulai dari pemberkasan hingga tahapan sidang, rata-rata butuh waktu 6 bulan padahal pelanggaran dalam sehari bisa mencapai ratusan kasus.

Dari data Satpol PP, pelanggaran paling banyak terjadi di Kabupaten Sleman. Sementara untuk Kota Yogyakarta, pelanggaran kerap dijumpai di luar Malioboro mengingat kawasan tersebut sudah ditutup total.

Adapun wilayah Bantul, pelanggaran banyak terjadi di seputaran Jalan Parangtritis terutama pada waktu malam hari.

"Sudah ada kesepakatan untuk wilayah Gunungkidul dan Kulon Progo yang pelanggarannya relatif rendah, penindakan dilakukan oleh Satpol kabupaten setempat. Sedangkan Sleman, Bantul, dan Kota Yogya, kami ikut terjun memonitor mengingat penumpukan mobilitas di tiga wilayah itu tergolong tinggi," katanya.

Editor: Edyna Ratna Nurmaya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X