Leye dan Generasi Ketiga di Lipursari (2-habis) : Sasar Generasi Milenial, Diolah Jadi Tiwul Instan

- Senin, 22 November 2021 | 21:37 WIB
 MENJEMUR TEPUNG: Siti Maryam menjemur tepung dari ubi kuning untuk diproduksi sebagai bahan tambahan tiwul instan di rumahnya, Desa Lipursari Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo. (suaramerdeka.com/Hartatik)
MENJEMUR TEPUNG: Siti Maryam menjemur tepung dari ubi kuning untuk diproduksi sebagai bahan tambahan tiwul instan di rumahnya, Desa Lipursari Kecamatan Leksono, Kabupaten Wonosobo. (suaramerdeka.com/Hartatik)

Baca Juga: Sejenis Black Box Ditemukan di Mobil Vanessa Angel, Polisi Kirim ke Jepang

“Saat ini kami masih mencari investor, karena harga mesin untuk mengemas Tiwul Instan dalam bentuk sachet mahal sekitar Rp 93 juta,” ungkap Maria yang tahun ini mendapat pendampingan dari Kementerian Investasi (BKPM).

Terpisah, pangan lokal seperti singkong diakui kalangan akademisi, Prof Achmad Subagio membutuhkan strategi khusus agar berkelanjutan di masyarakat. Terutama di masa milenials yang dengan mudah memperoleh makanan dari luar Indonesia.

Guru Besar Universitas Jember yang telah bergelut dengan singkong selama 12 tahun ini menyarankan, preferensi masyarakat tentang pangan harus diperbaiki. Untuk mendorong nilai, Prof Subagio merasa perlu lebih dikembangkan penyediaan pangan berbahan baku singkong melalui pemberdayaan UMKM pangan lokal. Khususnya, meningkatkan ketersediaan singkong dan olahannya sebagai substitusi pangan pokok.

“Kita perlu mereposisi pangan singkong menjadi pangan yang prestise. Tak hanya itu, rantai pasokan singkong juga diperbaiki, agar di hulu (petani) memiliki kepastian harga dan saluran distribusi dengan industri olahan. Langkah ini memerlukan kerja sama, komitmen stakeholder besar dan pemerintah pusat untuk sama-sama mewujudkannya,” ujarnya dalam webinar “Makan Singkong bikin Sehat”, baru-baru ini.

Halaman:

Editor: Edyna Ratna Nurmaya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X