SLEMAN, suaramerdeka.com - Keberagaman merupakan fakta sosial atau bahkan sunatullah. Antar manusia mengadakan komunikasi untuk saling mengenal dan memahami hingga akhirnya muncul persatuan.
"Persatuan itu tidak hadir dengan sendirinya sehingga harus diikhtiarkan," kata Rektor UII Fathul Wahid dalam acara dialog kebangsaan bertema Merawat Persatuan Menghargai Keberagaman di auditorium kampus terpadu UII, Selasa (14/1).
Konsep persatuan ini dianalogikan dengan penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional yang tidak lantas mematikan bahasa lokal. Ikhtiar lain yang dilakukan para pendiri bangsa untuk persatuan adalah penyematan Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika pada lambang negara.
Menkopolhukam RI Mahfud MD yang juga hadir menyampaikan ajakan kepada seluruh pihak untuk menjaga persatuan, utamanya menjauhkan negara dari perpecahan. Menurut Mahfud, tugas warga adalah menjaga keutuhan bangsa dan menghargai fakta bahwa Indonesia itu beragam.
"Perlu diingat, di Indonesia ada 1.360 suku dengan banyak agama dan kepercayaan. Tugas pemerintah adalah menjaga persatuan itu dengan cara yang sudah diatur di dalam undang-undang," kata Mahfud dalam pidato pembukanya.
Menyinggung tentang paham radikal, dia menjelaskan bahwa radikal memiliki makna yang baik dan buruk. Dari segi positif, radikal berarti cara penyelesaian sesuatu dengan mendasar sehingga ditemukan solusi. Adapun makna negatifnya adalah selalu menganggap orang lain salah dan ingin mengubah sistem yang telah disepakati bersama bahkan dengan cara kekerasan.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X yang hadir sebagai keynote speaker mengajak masyarakat untuk merawat persatuan dengan cara proaktif menjaga budaya agar lestari.
"Keberagaman bukanlah penghalang untuk bersatu melainkan keniscayaan yang harus dihargai dan disyukuri," pungkasnya.