Revitalisasi dengan Pendekatan Kreatif, Sukseskan Desa Masa Depan

- Selasa, 14 September 2021 | 06:36 WIB

TEMANGGUNG, suaramerdeka.com - Dari tangan dingin Singgih Susilo Kartono, setiap produk dari desa yang semula dipandang sebelah mata menjadi bernilai ekonomi tinggi bahkan mendunia.

Sebut saja Radio Magno dan Spedagi (sepeda bambu) yang mampu merambah pasar internasional.

Kedua produk berbahan baku bambu itu di mata lulusan desainer dari Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut merupakan representasi bahwa desa memiliki potensi luar biasa. Bambu misalnya, material yang sangat mudah didapati di perdesaan.

Baca Juga: Kapolres Tekankan Anggota Disiplin Prokes di Tempat Tugas dan di Lingkungan Keluarga

Namun sisi lain, menurutnya, bambu diidentikkan sebagaai material murah.

Bahkan masyarakat desa mengidentikkan bambu sebagai lambang kemiskinan.

Singgih pun menceritakan awal mula mengembangkan Spedagi, lantaran sepeda bambu justru diproduksi oleh negara-negara yang tidak didapati tanaman bambu di sana, seperti Jepang.

Baca Juga: GL Zoo Sepi, Anak di Bawah 12 Tahun Tak Boleh Masuk

"Keberlimpahan alam (desa) justru menutup kemampuan kita melihat potensinya. Istilahnya itu fenomena rabun dekat. Saya melihat ada faktor kebosanan dan imperialitas," ungkapnya.

Demikian disampaikan Singgih dalam dialog daring bertajuk "Perkotaan dan Perdesaan dalam Pemenuhan Kedaulatan Pangan dan Pengembangan Kewirausahaan Lestari di Pulau Jawa", selasa, 14 September 2021.

Agenda dialog ini satu dari tiga seri yang digelar oleh Samdhana Institute dalam rangka menuju Konferensi Iklim Internasional (COP) 26 di Gasglow, Inggris pada pada 31 Oktober–12 November 2021. Dialog yang dipandu Martua T Sirait (Direktur Eksekutif Samdhana Institute) tersebut juga menghadirkan dua narasumber pegiat lingkungan yakni Anis Hidayah (Penggagas Komunitas Urban Farming ROSAI di Depok) dan Nissa Wagadipura (Pendiri Pesantren Ekologi Ath-Thariq di Garut).

Lebih lanjut, kesuksesan menciptakan radio dan sepeda dari bambu tidak membuat Singgih berpuas diri.

Sebaliknya, Singgih justru semakin mengeksplorasi kekayaan desa hingga lahirlah gagasan mengubah pekarangan bambu menjadi Pasar Papringan.

Meski bukan dirinya sendiri yang mengeksekusi ide itu, namun Singgih berbangga hati bahwa proyek kolaborasi itu berhasil merevitalisasi desa dengan pendekatan kreatif.

Halaman:

Editor: Nugroho Wahyu Utomo

Tags

Terkini

X