Guru dengan misi profetik yang mulia yang secara rasional harus berbasis profesionalitas telah mewujud dalam fenomena yang dilematis. Bagi honorer bertahan menggenggam tugas dengan kompensasi tidak memadai karena secercah harapan diangkat sebagai ASN.
Di sisi lain birokrasi berpegang pada ketentuan normatif keterbatasan formasi dan keharusan seleksi dengan persyaratan-persyaratannya. Apalagi didukung dalih ìmoralî bahwa birokrasi tidak ìmemintaî, mereka yang melamar dan bahkan di antaranya menandatangani pernyataan ìtidak menuntut diangkat sebagai PNSî. Padahal honorer hadir karena dibutuhkan sekolah.
Tentu harus ada penyelesaian yang adil. Sistem pengisian kekosongan formasi kekurangan guru, harus segera diatur dengan sistemik dan komprehensif. PPNomor 48 Tahun 2005 adalah contoh solusi parsial masalah honorer di tahun 2005 yang dampak ikutannya malah melahirkan ìhimpunanî honorer periode pasca-PP Nomor 48 Tahun 2015, tanpa status yang jelas meski kehadirannya sangat dibutuhkan sekolah.
Apakah pengumuman seleksi CASN yang pendaftarannya dimulai tanggal 11 November 2019 menjadi bagian dari proses penuntasan honorer? Seperti tahun yang lalu hanya sebagian kecil yang mampu lolos seleksi CASN. Selanjutnya ada sebagian lagi lolos dalam seleksi formasi P3K. Kalau tidak lolos dari dua seleksi tersebut, lantas apalagi yang ditunggu? Ikut seleksi lagi tahun berikutnya dan umur bertambah terus. (34)
— Widadi, Ketua PGRI Jawa Tengah 2014-2019.