Adapula sampah anorganik yang dihasilkan dari berbagai macam proses. Tidak mudah terurai oleh bakteri, dan bahkan membutuhkan waktu sangat lama. Plastik bekas, misalnya, membutuhkan waktu puluhan tahun untuk bisa terurai. Termasuk kaleng, besi, kaca, dan bahan beracun berbahaya (B3). Jika kita tak bijak mengelola, maka petaka akibatnya. Dalam jangka pendek bisa memicu berbagai jenis penyakit, dan jangka panjang sangat berbahaya bagi lingkungan alam. Sama-sama berbahaya, maka masihkah kita tak peduli sampah?
Komunitas Sapulidi dan kelompok masyarakat lain yang peduli dengan sampah tentu memerlukan dukungan dari pemerintah dan masyarakat luas. Mengenalkan jenis, cara membuang, dan menangani sampah sejak usia dini akan sangat berarti. Pelatihan membuat ecobrick yakni media botol plastik diisi dengan sampah anorganik hingga benar-benar menjadi padat dan keras. Ecobric ini untuk mengurangi material berbahan dasar plastik, lalu memproses ulang untuk dimanfaatkan sebagai barang bermanfaat.
Banyak kelompok dasawisma maupun bapak-bapak di lingkungan RT/RW membuat bank sampah. Semangatnya tak hanya menabung sebagai nilai ekonomi, namun membangun kepedulian untuk berkawan dan berdisiplin dengan sampah. Lingkungan yang sehat, bersih, segar tentu menjadi idaman bersama. Bila tak dimulai dari lingkungan terkecil dan tanpa diawali kesadaran sejak kanakkanak, materi sisa itu akan menjadi ancaman serius bagi bangsa. Kita tak ingin bangsa ini hidup bersama gunungan sampah.