Iklim investasi di Indonesia belum juga menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang berarti. Kabut hitam masih menyelimui terlihat dari angka tak kunjung naik. Dari total investasi yang sudah disetujui hanya 40 persen yang bisa direalisasi. Terlihat dengan jelas daya tarik investasi kita masih kurang sementara hambatan di lapangan benar-benar dirasakan, sehingga yang sudah disetujui dan direncanakan pun ternyata sulit melaksanakan karena berbagai kendala. Padahal investasi kunci pertumbuhan ekonomi.
Data terakhir tentang relokasi 33 pabrik China akibat perang dagang dengan AS yang sebagian besar menuju Thailand dan Vietnam sungguh mengkhawatirkan. Kalau faktornya karena kedekatan tentu itu biasa. Kalau ternyata ada faktor-faktor lain itulah yang hendaknya dicermati. Kelaziman investasi akan mencari tempat atau lokasi yang paling menguntungkan dari segi pembiayaan. Margin yang diperoleh akan besar. Tetapi faktor lokasi tentu juga mempertimbangkan kedekatan dengan pasar terbesar.
Bukankah Indonesia lebih murah tenaga kerjanya? Bukankah infrastruktur juga sudah lebih baik? Mengapa tetap saja kurang menarik dan belum menjadi pilihan? Kabar tentang rencana relokasi pabrik tekstil dari China ke Jawa Tengah pun masih seperti kabar burung karena belum jelas dan riil. Dari banyak data dan survei yang diperoleh keluhan dan hambatan investasi terbesar di Indonesia masih selalu terkait dengan kerumitan regulasi dan perizinan. Persoalan klasik yang belum terpecahkan.