Jogja Punya Buku Pembelajaran Jarak Jauh

- Minggu, 13 September 2020 | 00:09 WIB
SM/dok
SM/dok

PADA Selasa (8/9) menjadi awal sejarah bagi Kota Yogyakarta, bahkan bisa jadi untuk dunia pendidikan di Tanah Air. Pasalnya, untuk kali pertama selama pembelajaran di era pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung hampir setengah tahun ini, muncullah sebuah buku mengenai pembelajaran jarak jauh. Sebuah metode pembelajaran yang menjadi familiar saat ini seiring ditiadakannya pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah. Ya karena sekolah, kampus dan tempat-tempat pendidikan lainnya diliburkan untuk mencegah penyebaran korona makin massif.

Judul bukunya cukup panjang: Buku Pembelajaran Dari Rumah Pada Era Covid-19 di Yogyakarta Pengalaman Baik Kepala-Kepala SMP di Kota Yogyakarta dan Media Pembelajaran Jarak Jauh Karya Kepala SMP se Kota Yogyakarta. Buku ini diklaim sebagai buku pembelajaran jarak jauh pertama yang ada di Indonesia. "Buku seperti ini belum pernah ada di Indonesia. Kita bangga, karena dari Yogyakarta semua diawali untuk Indonesia. Bisa ditanyakan, sampai saat ini apa pernah ada juknis resmi untuk pembelajaran daring. Nah, Yogyakarta sudah punya. Harapannya buku ini bisa jadi semacam buku saku pembelajaran daring," papar Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti usai me-launching buku Pembelajaran Dari Rumah; Pengalaman Baik Kepala Sekolah SMP di Kota Yogyakarta.

-
SM/dok

Haryadi menjelaskan, banyak persoalan muncul dengan adanya metode pelajaran jarak jauh (PJJ) ini. Dahulu awalnya ketika diterapkan, banyak yang suka dengan metode pembelajaran daring, tapi lambat laun, pembelajaran tersebut sangat memberatkan. Pasalnya, perlu kesiapan sumber daya sarana dan juga manusia mulai dari kesiapan guru, para murid dan juga orang tua. "Bahkan terpenting juga ketersediaan kuota dan masih banyak anakanak yang belum memiliki HP termasuk orang tua mereka. Tak hanya itu, mereka sudah rindu untuk bertemu dengan rekannya, rindu bertemu dengan gurunya atau rindu dengan sekolahnya," jelas dia.

Meski demikian, berbagai persoalan dalam PJJ juga terus dicarikan solusi oleh pemerintah. Justru kondisi ini juga memunculkan daya kreativitas bagi para guru. Salah satunya hasil karya pengalaman para kepala sekolah yang dituangkan dalam sebuah buku. "Nah, buku ini bukti kreativitas guru. Bisa menjadi referensi pembelajaran dari rumah. Apalagi belum ada daerah lain yang menyusun buku seperti ini," klaim Walikota.

Kehadiran buku hasil pengalaman 26 kepala SMP di Kota Jogja ini, ungkap Haryadi, bahkan akan dijadikan souvenir bagi kepala daerah lain yang tengah berkunjung ke kotanya. Tak hanya itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI berikut pejabat terasnya akan diberikan buku tersebut secara langsung oleh walikota yang berencana berkunjung ke Jakarta akhir pekan ini.

Pengalaman Baik

"Buku ini bagus nanti. Buku ini dibaca terutama teman-teman stakeholder pendidikan dan orang tua juga perlu baca buku ini," pinta Haryadi. Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Budi Santoso Asrori menambahkan hasil pengalaman baik kepala sekolah dalam PJJ selama enam bulan terakhir selain menjadi referensi juga sejarah bagi generasi yang akan datang. Hal ini karena PJJ hanya terjadi pada generasi saat ini yang menuntut berbagai hal baru. "Banyak cerita dan pengalaman yang layak untuk dijadikan referensi. Kami sangat mengapresiasi kiprah 26 kepala sekolah yang membagikan pengalaman baiknya bagi dunia pendidikan," sambung Budi Asrori.

Buku ini sendiri cukup tebal. Dengan sampul hard cover, didalamnya ada 418 halaman yang dibuat oleh Musyarawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP/MTS se Kota Yogyakarta. Ketua MKKS SMP/MTS se Kota Yogyakarta Widayat Umar mengaku lega buku tersebut akhirnya dapat diluncurkan. Sebab, tak mudah untuk menyatukan puluhan guru untuk diajak menulis. "Tentu kami tak luput dari kendala selama penyusunan. Kalau kendala lebih pada kurangnya kepercayaan diri dari Bapak/Ibu Guru yang belum pernah menulis. Mereka masih raguragu apakah bisa melakukannya," sambung Widayat.

Maka tak mengherankan, dari ide awal ini bermula hanya 10 guru yang menyanggupinya. "Lalu kami saling support dan secara sederhananya adalah menuliskan pengalaman setiap guru saat melakukan pembelajaran jarak jauh itu seperti apa ya ditulis saja. Nanti kan ada yang mengeditnya," kata dia.

Gayung bersambut, ternyata setelah muncul hal itu, makin bertambahlah para guru yang ingin ambil bagian. Dari semula 10 orang guru hingga akhirnya menjadi 26 guru. "Ide awalnya disaat kita mengalami kesulitan dalam pembelajaran, maka semuanya dibutuhkan kreativitas termasuk dalam pelayanan pembelajaran. Dan ternyata memang belum ada panduan untuk pembelajaraan daring ini. Dari diskusi di MKKS akhirnya tercetus untuk mendokumentasikan apa yang telah dilakukan para guru selama pembelajaran daring di era pandemi ini," tambah pria yang juga Kepala SMP 2 Yogyakarta itu.

Tak jauh beda dialami Siti Arina Budiastuti yang turut menyumbangkan tulisan dalam buku itu. Wanita berhijab yang juga Kepala SMP Negeri 15 Yogyakarta mengaku butuh 2 sampai 3 bulan untuk membuat tulisan.

Sementara satu bulannya untuk mengedit dan menyusun tulisan yang dikumpulkan dari para guru. "Isinya memang beragam karena semua berdasarkan dari pengalaman masing-masing guru saat pembelajaran daring. Jadi tiap-tiap sekolah kan berbeda maka pelayanan ke murid-muridnya juga berbeda," sambung Siti Arina.

 

Editor: Teguh Wirawan

Tags

Terkini

X