Dalam pamerannya, judul karya yang digunakan tidak seragam. Melainkan ada yang menggunakan bahasa Jawa, Indonesia, dan Inggris.
''Saya menggunakan pilihan kata yang menurut saya paling pas untuk digunakan. Bahasa Indonesia bisa tidak mewakili kata di bahasa Jawa. Begitu juga sebaliknya.''
Apresian dari luar Indonesia sempat menanyakan kenapa tidak menggunakan bahasa Inggris saja? Kokoh tetap menjelaskannya dengan makna yang tidak bisa disamakan.
''Contohnya, kata 'Ingsun'. Dalam kajian spiritual Jawa, ingsun itu memaknai bahwa kita milik Gusti Allah. Jika ditransfer melalui bahasa Inggris yaitu 'Me', beda artinya,'' terangnya.
Judul-judul tersebut muncul ketika proses membuat karya. Kokoh memilih konsep bekarya dengan melawan tren.
''Bagiku, tren itu jebakan visual. Bukan jati diri seorang perupa atau pelukis,'' kata dia.
Kajian yang ditelusurinya saat berkarya adalah yang dilihat di televisi, media sosial, di lingkungan sosial yang paling dekat hingga jauh. Termasuk tentang sejarah.
''Tentang figur. Itu adalah tema sentral kehidupan dunia. Manusia sebagai pelaku utama di bumi. tanah itu, hanya menampung yang manusia lakukan. Baik positif maupun negatif, alam meresponnya saja,'' ungkapnya.
Kokoh juga menggunakan figur wayang dalam karyanya. Dia meminjam bahasa pendahulu yang mengartikulasikan tubuh dan kehidupan di dalamnya.
''Wayang itu simbolisme mansia yang pernah dibikin pendauhlu, para wali maupun Nusantara. Wayang bercerita tentang sifat manusia zaman dulu. Ternyata korelasinya sama dengan dunia hari ini,'' ujarnya.
Artikel Terkait
Dekatkan dengan Konsumen, REI Komisariat Semarang Gelar Pameran.
Ramaikan Pameran Kesehatan, RS Telogorejo Buka Konsultasi Kesehatan Gratis. Cek Lokasinya!
Masih Antusias, Pameran Properti Semarang Berhasil Bukukan Transaksi Rp 34,2 MiliarĀ
Pergulatan Empat Karyawan yang Berunjuk Seni Pameran Seni Rupa Sangkakala di Kota Semarang
Keren! PFI Yogyakarta-BOB Gelar Pameran Foto di Kota Lama, Ini Jumlah Karya Foto yang Dipamerkan