Persentuhan apresiator menjadi lebih dekat. Dan setelah mengirimkan ke perupanya dengan media sosial, meskipun tidak mengenal secara pribadi, akhirnya terjadi interaksi.
''Media sosial juga sebagai jembatan transaksi karya. Ketika mereka mengirim pesan,'' tuturnya.
Menurutnya, rasa adalah universal. Tidak mengenal bahasa tren, tidak mengenal lokalitas, tidak mengenal wilayah hidup masing-masing.
''Seperti yang saya mau. Kenapa menggunakan rasa? Bagiku, ketika saya nanti tampil di dunia internasional, seperti di Prancis, Amerika, rasa itu tetap bisa ditangkap,'' ucapnya.
Kokoh bercerita, saat dirinya sedang menderas ilmu di seniman Joko Pekik.
Dia bertanya tentang cara membuat karya.
''Jawabannya adalah, semua yang ditangkapnya lewat optik diolah di pikir, lalu diresapkan di rasa. Menjadi lukisan yang mempunyai rasa,''
''Jadi, tidak semata-mata, melukis apa yang dilihat, tetapi melukis apa yang dirasa,'' ungapnya.
Dia kemudian memahami, jika berkarya tidak hanya sekadar memindahkan objek. Seperti karya Joko Pekik yang berjudul ''Berburu Celeng'' (1998). ''Visualnya orang menggotong celaneg.
Itu peristiwa reformasi. Pak Joko bercerita, bahwa dirinya tidak melukis kerumunan orang. Tetapi mengambil intisarinya. Dia menggunakan rasa untuk mendapatkannya,'' bebernya.
Artikel Terkait
Dekatkan dengan Konsumen, REI Komisariat Semarang Gelar Pameran.
Ramaikan Pameran Kesehatan, RS Telogorejo Buka Konsultasi Kesehatan Gratis. Cek Lokasinya!
Masih Antusias, Pameran Properti Semarang Berhasil Bukukan Transaksi Rp 34,2 MiliarĀ
Pergulatan Empat Karyawan yang Berunjuk Seni Pameran Seni Rupa Sangkakala di Kota Semarang
Keren! PFI Yogyakarta-BOB Gelar Pameran Foto di Kota Lama, Ini Jumlah Karya Foto yang Dipamerkan