Mbok bakul tak langsung membuka masalah yang sedang melilitnya, yang jalan keluarnya, diharapkan bisa diperoleh dari diri Adjeng. Ditatapnya dalam-dalam kembali wajah tandak tersebut.
''Ada satu barang yang masih menjadi ganjalan saya dalam menjalani sisa hidup ini.''
''Saya dengarkan dengan baik cerita mbok. Barangkali nanti saya bisa menjawab, seperti yang mbok harapkan.''
''Seperti yang dulu sudah saya ceriterakan kepada Den Ayu. Sejak memutuskan meninggalkan dunia tandak, semua harta benda yang saya peroleh dari nandak telah saya berikan kepada orang-orang, kepada kenalan, teman, dan sanak saudara.''
''Kalau sudah mbok lepas semua harta benda seperti yang mbok inginkan, berarti sudah tidak ada lagi yang mengganjal pada hati mbok?''
''Justru karena itulah. Saya baru ingat saat bersih-bersih rumah menjelang Lebaran kemarin, ternyata masih ada satu barang tersisa. Saya mengingat-ingat, sangat jelas barang itu saya dapatkan dari nandak.''
Adjeng melihat dua bola mata mbok bakul berkaca-kaca. Tubuhnya seperti menggigil akibat menanggung beban yang belum terpecahkan.
''Barang apa, mbok?''
''Saya sangat berharap Den Ayu mau menerimanya. Barang yang cocok bagi Den Ayu, dan sangat tidak berguna untuk orang kebanyakan.''
''Iya mbok, asal tidak berbahaya saja.''